Di tengah gelombang tanya-jawab, satu santri bertanya, “Bagaimana kita memastikan AI tidak menyesatkan pemahaman kita tentang ayat suci?”
Diskusi bergulir masuk pada nuansa etika Islami: kejujuran data, niat ikhlas dalam pengembangan, dan tanggung jawab sosial.
Nilai-nilai pondok—kejujuran, kesederhanaan, serta maslahat umat—menjadi pilar setiap promt yang dirancang. Tanpa kehangatan bimbingan itu, AI bisa saja menghasilkan ringkasan yang menyimpang, atau chatbot yang kurang sensitif pada konteks agama.
Di Lab komputer Sekolah Alam Tunas Mulia, mereka mengeksplorasi modul yang dapat mengubah teks ceramah menjadi soal pilihan ganda lengkap dengan bobot penilaian. Para santri jugas menguji kekuatan AI mengekstrak inti ceramah atau kitab tafsir menjadi poin-poin ringkas.
Suara tawa pecah ketika sebuah program gagal bekerja, lalu berganti semangat saling bantu memperbaiki kode.
Makan siang menjadi momen hangat—santri berkumpul membahas pengalaman, saling membandingkan pendekatan, dan memberi masukan. Meski sederhana, menu nasi ayak geprek berhasil menyatukan diskusi kritis tentang penerapan AI di pondok pesantren.
“Bagaimana kalau kita buat modul yang mengingatkan bacaan shalawat di waktu tertentu?” usul seorang santri, lalu disambut antusias oleh rekan-rekannya.
Usai jeda, diskusi mengupas rencana pertemuan kedua dan ketiga pasca-liburan. Mentor PKM LSPR menjelaskan bahwa jeda tiga pekan ini penting untuk memberi ruang para santri bereksperimen mandiri.
Mereka bisa pulang, mengaplikasikan modul yang sudah dipelajari, lalu kembali membawa masukan dan tantangan nyata.
Pertemuan kedua akan fokus pada pengembangan proyek komunitas: membangun prototype chatbot bagi santri baru di pesantren lain, sekaligus menilik aspek UX (user experience) agar lebih ramah dan inklusif.
Pertemuan ketiga bakal menyorot penilaian etis dan keberlanjutan program, serta menyusun strategi penyebaran aplikasi AI di lingkungan pesantren secara lebih luas.
Menjelang sore, sesi refleksi menghadirkan beberapa santri untuk berbagi pengalaman: “Saya merasa seperti menemukan guru tambahan yang siap siaga kapan pun,” ungkap satu peserta, disambut tepuk tangan.