Pandemi sejatinya makin memperkuat Korean Wave atau demam Korea di Indonesia. Kian menguatnya demam Korea ini ditandai dengan laporan yang dirilis oleh Google dan Twitter. Dalam laporan “Year in Search 2020” yang dirilis Google terungkap bahwa drama Korea menjadi isu yang paling banyak dicari pengguna Indonesia di mesin pencari Google. Begitu juga dengan laporan “Best of Tweets 2020” yang dirilis Twitter, yang menyebutkan sejumlah drama Korea menjadi tagar yang paling banyak digunakan oleh pengguna twitter di Indonesia.
Parameter lainnya adalah tak sedikit brand-brand di Tanah Air menggunakan Korean Idol--seperti aktor Korea, boy band, dan girl band--sebagai brand ambassador maupun brand endorser. Selain itu, banyak anak-anak muda di Indonesia yang mengadaptasi cara berpakaian dan make up Korea. Tak sedikit pula artis Indonesia yang meng-cover lagu Korea. Fans garis keras terutama untuk boyband/girlband K-Pop di Indonesia pun jumlahnya sangat fantastis.
Diungkapkan pengamat pemasaran dan branding, Yuswohady, demam K-Pop di Indonesia sudah terjadi dalam 10 tahun terakhir. Survei menunjukkan saat ini bintang-bintang K-Pop memiliki pasar yang besar dan trafik yang tinggi. “Dampaknya, perusahaan-perusahaan di Indonesia mulai banyak yang memboyong artis Korea sebagai brand ambassador mereka, karena banyaknya penggemar militan, baik di dalam maupun luar negeri,” ucapnya.
Dia mencontohkan, ada Tokopedia, yang berkolaborasi dengan BTS sebagai brand ambassador. Kemudian, Shopee yang mengandeng Stray Kids, Blibli menggandeng Park Seo Joon, dan Lazada bekerja sama dengan Lee Min Ho. Belakangan, drama Korea berjudul “Start-Up” berhasil menyita perhatian penonton Indonesia. “Tak sedikit brand yang memanfaatkan momentum perang maya antara tim Nam Do-san vs Han Ji-pyeong, yang merupakan pemeran di ‘Startup’, untuk meningkatkan brand engagement,” ucapnya.
Masih belum cukup, brand juga memanfaatkan demam Korea untuk menjual makanan khas Korea. Contohnya, dampak drama Korea yang sering menayangkan adegan makan makanan khas Korea, membuat pegiat usaha di Indonesia untuk menjual makanan khas Korea, seperti tteokbokki dan jajangmyeon, yang menjadi lebih laris. Bahkan di saat pandemi, Tokopedia mencatat penjualan makanan khas Korea di platformnya naik lebih dari 5x lipat.
Tokopedia di program televisinya, ‘Waktu Indonesia Belanja’ (WIB), juga pernah melibatkan brand ambassador-nya, BTS. Keterlibatan BTS mampu membuat program ini ramai diperbincangkan di media sosial, hingga menempati peringkat pertama trending topik, baik di Indonesia maupun worldwide.
Begitu juga dengan produsen mi instan lokal, Mie Sedaap, yang mengundang banyak sorotan ketika mengumumkan kolaborasi eksklusif dengan Siwon Choi, personel Super Junior sekaligus aktor asal Korea, sebagai brand ambassador salah satu seri produknya.
Diyakini Yuswohady, selain mampu mendorong penjualan, strategi marketing dengan memanfaatkan demam Korea seperti ini disinyalir bisa memupuk citra baik Indonesia, serta perusahaan-perusahaan dalam negeri di mata global, termasuk investor. “Secara tidak langsung, ini mendorong masuknya investasi asing ke perusahaan-perusahaan Indonesia,” ujarnya.
Terbukti, dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah investor asing gencar menanamkan investasinya di Indonesia, khususnya perusahaan teknologi buatan Indonesia, meski di masa pandemi. Seperti Microsoft yang memberikan suntikan dana ke Bukalapak. Ada juga Google dan Temasek yang mengucurkan investasi ke Tokopedia. Di sisi lain, Traveloka pun menerima dana dari institusi keuangan global sebesar 250 juta USD atau setara dengan lebih dari Rp 3,5 triliun.
Sementara itu, dikatakan Pengamat Ekonomi dan Dosen Binus University Doddy Ariefianto, tren iklan K-Pop di Indonesia secara tidak langsung mampu mendorong daya beli masyarakat terutama di kalangan anak muda. Apabila daya beli meningkat diikuti dengan membaiknya penjualan, maka tidak tertutup kemungkinan investasi juga akan masuk.
“Investasi asing yang masuk ke Indonesia melalui perusahaan-perusahaan dalam negeri ini akhirnya akan kembali ke masyarakat Indonesia. Pasalnya, pengetahuan yang dibawa investor asing bisa membuat perusahaan-perusahaan Indonesia berkembang pesat dan berdaya saing global. Hal ini tentu akan berdampak kepada terciptanya lebih banyak lapangan pekerjaan, meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan terwujudnya pemulihan ekonomi nasional,” tutup Doddy.