Perubahan lansekap media dan periklanan Indonesia bukan hanya mengubah persebaran belanja iklan ataupun strategi dan cara beriklan, melainkan juga mengubah attitude, sikap, dan aspirasi masyarakat di industri media dan periklanan. “Karena itulah, tantangan saat ini adalah konten yang tidak hanya semakin cepat, melainkan semakin kreatif,” tandas kata Maya Watono, CEO Dentsu Aegis Network Indonesia, menyoroti perubahan lansekap ekonomi global yang mau tak mau mempengaruhi lansekap ekonomi, media, dan periklanan di Indonesia.
Dari apa yang dipelajarinya, Maya menyimpulkan, para pemangku kepentingan brand harus mengubah paradigma dari brand-driven menjadi consumer-driven. “Kalau dulu dikenal brand driven, di mana brand mempunyai kapasitas mengarahkan minat konsumen, sekarang murni telah terjadi consumer-driven. Konsumen yang mendikte brand harus menjadi atau melakukan seperti apa sesuai aspirasi mereka.” Fenomena ini mendorong praktisi iklan maupun media untuk memiliki wawasan luas, tidak sekadar mengenali industri yang terkait dengan brand, melainkan harus mengenali wawasan, pengetahuan dan aspirasi konsumen sebagai target pelanggan.
“Konsumen sekarang berharap banyak. Mereka menginginkan merek yang memberikan dampak sosial, sehingga kami tidak boleh melawan budaya. Kami harus bisa mengikuti dinamika masyarakat yang berkembang,” tandas Maya bahwa memasuki era baru, membutuhkan sikap mental baru dan paradigma baru agar tidak tercecer oleh zaman.
Berbicara pada Indonesia 2020 Business Outlook yang diselenggarakan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) dan PRSSNI pada Rabu malam (4/3) di Jakarta, Maya juga menyoroti perubahan lansekap ekonomi global yang mau tak mau mempengaruhi lansekap ekonomi di Indonesia. Seperti diketahui, potensi bisnis dalam ekonomi digital dunia saat ini dikuasai oleh tiga perusahaan teknologi: Facebook, Google, dan Amazon. Mereka berhasil meraup untung dari penjualan e-commerce, iklan digital, iklan media sosial, hingga iklan mobile.
Maya mencatat pendapatan Google dan Facebook pada tahun lalu saja mencapai sebesar USD1,3 triliun atau sekitar Rp20 ribu triliun. Artinya, dua raksasa ini ditambah Amazon menyedot hampir seluruh aktivitas ekonomi digital di dunia, dengan komposisi (menurut e-Marketer, 2017): e-commerce dikuasai Amazon dengan pangsa 37, 7%, iklan digital dikuasai Google dengan pangsa 37,2%, Facebook pangsa 22,1%, dan Amazon 8,8%. Lalu iklan media sosial hampir sepenuhnya dikuasai Facebook, yakni mencapai 83,3%. Sementara iklan mobile dikuasai Google dengan 33%, Facebook 30,8%, dan Amazon 5,2%.
Google dan Amazon juga mendapatkan sumber pendapatan baru di tengah industri pertelevisian yang sedang tersendat. Hampir 27% pelanggan yang menonton video streaming di televisi dilakukan melalui Amazon, sedangkan melalui Google hampir 17%. Situs video mereka bahkan menguasai pasar hampir 100%. Dan realitas tersebut, menurut Maya, jelas mengubah total lansekap media dan periklanan di Indonesia.
Pada kesempatan itu, hadir juga Menteri BUMN Erick Tohir yang juga Ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), serta mantan Menteri Keuangan yang juga Komisaris Utama Bank Mandiri Chatib Basri.
Menteri Erick Tohir menyampaikan pesan tentang pentingnya optimisme dalam menghadapi berbagai kejadian global yang berdampak kepada perlambatan ekonomi, dari perang dagang Amerika vs China hingga virus corona. Optimisme harus tetap dijaga. Pemerintah bersama dengan swasta harus siap memanfaatkan peluang-peluang yang ada untuk membangun ekosistem yang sehat dan berkelanjutan agar kondisi yang tak menguntungkan saat ini dapat diminimalisasi, termasuk wabah Covid-19 yang membawa dampak bukan hanya sebagai sebuah penyakit, tapi juga dampak ekonomi yang luar biasa.
Erick meyakinkan, situasi yang dihadapi Indonesia sekarang bukan yang pertama kali. Dia menuturkan, Indonesia pernah mengalami kondisi yang luar bisa sebelumnya. Sebutlah, krisis 1998 di mana ekonomi Indonesia 'jebol', krisis 2006-2008 yang menyebabkan rupiah melambung, dan lainnya. “Terbukti ekonomi Indonesia bisa pulih. Kita bisa balik,” ungkapnya sambil menambahkan catatan, asal semua pihak mau bergotong royong membangun ekonomi.