Kalangan pelaku usaha minta pemerintah agar kebijakan Over Dimension and Over Load (ODOL) ditunda hingga 2025. Hal itu mengingat dunia industri membutuhkan tenggat waktu dan investasi besar untuk mempersiapkan angkutan baru untuk kebutuhan logistik.
Demikian terungkap dalam Webinar “Telaah Kritis Regulasi ODOL” yang diselenggarakan Kamis (3/12) di Jakarta.
Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Widodo Santoso, mengatakan pandemi Covid-19 membuat perekonomian Indonesia mundur selama 1,5 tahun belakangan. Termasuk pabrik semen, saat ini mengalami kelebihan pasokan (over supply) produksi sekitar 35%. Kami sudah sangat terpuruk. Karenanya, kami usul kalau bisa kebijakan Zero ODOL ini diundur hingga Januari 2025,” ujarnya.
Kebijakan ODOL ditetapkan pemerintah melalui Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 21 Tahun 2019 mengenai Pengawasan terhadap Mobil Barang atas Pelanggaran Muatan Lebih (Over Loading) atau Pelanggaran Ukuran Lebih (Over Dimension). Larangan terhadap angkutan yang over muatan dan over dimension mulai berlaku awal tahun 2023.
Apabila kebijakan Zero ODOL dipaksakan awal 2023, menurutnya, ini malah akan menyebabkan kontra produktif dengan rencana pemerintah untuk menurunkan biaya logistik menjadi 17% dari PDB. “Saat ini biaya logistik di Indonesia masih mencapai 24% dari PDB,” jelasnya Widodo.
Pendapat senada disampaikan Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Rachmat Hidayat. Dia meminta agar penegakan hukum dalam masa penerapan Zero ODOL itu, pemerintah lebih mengutamakan pembinaan dan bukan penerapan sanksi.
Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Aryan Warga dan Boycke Garda Aria dari Asosiasi Pengusaha Pupuk Indonesia (APPI) yang hadir dalam acara webinar itu sama-sama minta kepada pemerintah agar menunda Zero ODOL hingga 2025.
“Kebijakan Zero ODOL ini menjadi tantangan untuk kami karena jumlah rit juga naik 100 persen. Kalau dulu itu bisa dilayani 1.000 truk, sekarang jadi 2.000 truk,” tukas Boyce.
“Penerapan kebijakan Zero ODOL ini akan ada penambahan 765 ribu truk, baik ukuran small, medium, dan besar,” timpal Aryan.
Menyikapi permintaan penundaan tersebut, Direktur Prasarana Transportasi Jalan Kemenhub, Risal Wasal, mengatakan akan mengevaluasinya. “Kita tetap akan kaji bersama untuk alasan relaksasi karena adanya pandemi Covid-19 ini,” tuturnya.
Lebih jauh, permintaan pemerintah untuk menunda kebijakan Zero ODOL, disikapi oleh Sigit Priyanto, Tim Teknis Penyusun Kajian Indonesia Menuju Zero ODOL bersama Apindo, sangat beralasan.
“Dari sisi pengusaha, dibutuhkan biaya besar untuk comply dengan Zero ODOL. Padahal, kondisi perekonomian sedang tidak baik dan pertumbuhan ekonomi masih anjlok,” tandasnya. ()