MIX.co.id - Demi memulihkan ekonomi Indonesia pasca pandemi, maka pemberdayaan perempuan melalui ekonomi digital dan inklusi keuangan bisa menjadi salah satu strateginya. Hal ini diungkapkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Bintang Puspayoga dalam acara webinar bertajuk “Women Participation in Digital Economy: ASEAN Policy Dialogue for Promoting Women Economic Empowerment in Rapidly Evolving Digital Economy Post the Pandemic” yang digelar hari ini (7/10).
“Indonesia adalah negara anggota ASEAN dengan jumlah populasi terbanyak, di mana perempuan mengisi hampir setengahnya. Dari jumlah perempuan tersebut, 54 persen di antaranya berada pada usia produktif. Oleh karena itu, perempuan berpotensi besar terhadap pertumbuhan ekonomi jika diberikan kesempatan luas dan dukungan yang baik,” ungkap Menteri Bintang.
Dia memaparkan, dalam menghadapi berbagai dampak dari pandemi Covid-19, sangat penting bagi perempuan untuk melakukan strategi dalam mempertahankan usahanya melalui pemanfaatan digitalisasi. “Dengan perkembangan ekonomi digital yang dialami dunia, kita menyadari bahwa internet adalah kesempatan untuk meningkatkan usaha. Data menunjukkan 54 persen wirausaha mikro yang dimiliki perempuan sudah menggunakan internet, dibandingkan dengan 39 persen wirausaha mikro yang dimiliki laki-laki,” ucapnya.
Selain itu, perempuan juga harus mengambil langkah strategis dalam melakukan diversifikasi produk. Data menunjukkan bahwa pelaku usaha mikro perempuan lebih sigap dalam melakukan variasi dan berpindah sektor, lokasi atau produk, dibandingkan dengan pelaku usaha laki-laki.
“Bahkan, dalam hal literasi finansial, perempuan di Indonesia mempunyai tren positif, di mana ada peningkatan kepemilikan akun yang setara, yaitu sebesar 6 persen antara perempuan dan laki-laki. Pada tahun lalu, juga terdapat peningkatan penggunaan jasa finansial pada perempuan. Hal ini merupakan awal yang baik bagi kami untuk mendorong inklusi finansial menuju kesetaraan gender dalam sektor tersebut,” yakin Menteri Bintang.
Terkait pemberdayaan digital, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah berkolaborasi dengan sektor swasta untuk menyediakan pelatihan digital bagi wirausaha perempuan. Dalam hal ini, Kemen PPPA juga memberikan pelatihan literasi digital dan usaha bagi perempuan pelaku industri rumahan, termasuk peningkatan keahlian operasional, dan akses terhadap pasar baru.
Bahkan, Pemerintah Indonesia juga memiliki berbagai program pemberdayaan perempuan yang difokuskan kepada perempuan kepala keluarga, perempuan penyintas bencana dan kekerasan. Hal ini dilakukan melalui sinergi dengan PT PNM Persero untuk memberikan pendanaan dan pendampingan demi mencapai lima isu prioritas terkait perempuan dan anak. Kemen PPPA juga membuat program kepemimpinan bagi perempuan di perdesaan agar dapat menyampaikan aspirasi dan kesempatan untuk menjadi pejabat desa atau pemimpin, serta meningkatkan keterampilan kepribadian dan peran perempuan dalam pembuatan keputusan secara umum.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa perempuan merupakan agen penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. “Jika perempuan diberikan akses setara khususnya dalam ekonomi digital dan akses finansial, maka hal ini tidak hanya dapat meningkatkan kesejahteraan perekonomian dan menghindari keluarga dari kemiskinan, tapi juga turut menumbuhkan perekonomian bangsa,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua ASEAN Comittee on Women (ACW) sekaligus Deputi Bidang Kesetaran Gender Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin mengungkapkan partisipasi perempuan dalam meraih akses yang lebih tinggi semakin dibutuhkan di kawasan ASEAN, seperti akses keterampilan dan karir berbasis digital; akses kewirausahaan berbasis digital; dan akses kepemimpinan dalam ekonomi digital baik di sektor swasta maupun publik.
Adapun Special Advisor to The President of the Economic Research Institute for ASEAN and East Asia, (ERIA) Akiko Yamanaka memaparkan bahwa merujuk data ERIA, perempuan merupakan minoritas dalam bidang pekerjaan berbasis teknologi di ASEAN. Perempuan di kawasan ASEAN cenderung mendominasi bidang non-sains dan memiliki peran terbatas dalam pekerjaan berbasis teknologi canggih yang membutuhkan tingkat keterampilan lebih tinggi dan upah lebih baik.
“Selain itu, sebagian besar pengusaha perempuan ASEAN memiliki dan mengelola UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) bermodalkan teknologi digital canggih yang terbatas, kalau pun ada. Beragam tantangan ini berpotensi memiliki konsekuensi yang cukup besar terhadap pemberdayaan ekonomi perempuan di masa pemulihan pasca pandemi, apalagi seiring semakin banyaknya kejahatan siber, diskriminasi, bias, dan stereotip yang merugikan perempuan secara luas di kawasan ASEAN,” ungkap Akiko.
Country Director MicroSave Consulting Grace Retnowati menyimpulkan lemahnya inklusivitas gender dalam perumusan dan implementasi kebijakan pasca pandemi dapat semakin mengasingkan peran perempuan dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi. “Kesenjangan digital berbasis gender harus diperhitungkan oleh pembuat kebijakan dalam merumuskan kebijakan tersebut, dengan turut memerhatikan kepentingan dan keselamatan perempuan pengusaha, perempuan pekerja di sektor informal, perempuan pekerja gig economy yang perannya semakin signifikan dalam perekonomian digital,” pungkas Grace.