BPOM tengah merampungkan revisi peraturan terhadap iklan produk olahan. Revisi tersebut termasuk untuk produk susu kental manis (SKM), yang beberapa bulan terakhir sempat berpolemik. Revisi aturan itu akan lebih menegaskan apa saja yang tidak boleh ditampilkan dalam iklan susu kental manis. Salah satunya, terkait visualisasi terhadap fungsi atau kegunaan susu kental manis.
Sementara itu, saat ini, sudah ada sejumlah aturan yang merinci aturan mengenai SKM. Bahkan, dua di antaranya baru diterbitkan dua tahun terakhir. Pertama adalah Peraturan BPOM Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kategori Pangan, dimana disebutkan bahwa SKM merupakan subkategori susu kental yang merupakan kategori susu. Lalu, Peraturan BPOM Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Olahan Pangan yang menyebutkan bahwa pada label SKM harus dicantumkan tulisan “Perhatikan! Tidak Cocok Untuk Bayi sampai usia 12 Bulan”.
Keputusan BPOM untuk merevisi iklan produk SKM tersebut rupanya dipertanyakan urgensinya oleh Komunitas Konsumen Indonesia. Komunitas tersebut meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) konsisten dalam setiap kebijakan atau aturan yang dikeluarkan. Salah satunya terkait dengan aturan iklan produk olahan.
“Mau direvisi, urgensinya apa? Khan, harus ada urgensinya. Kalau aturan itu lebih baik bagi konsumen tidak menjadi masalah. Akan tetapi, jika sebaliknya, kasihan konsumen, karena bisa bikin bingung,” ujar Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David Tobing, pada siaran pers hari ini (23/8).
Sebuah aturan sebelum diterbitkan sudah mempertimbangkan dan memperhitungkan banyak hal, sehingga akan menjadi pertanyaan jika umurnya baru satu dua tahun langsung diubah atau direvisi. “Sebaiknya tidak perlu ada perubahan aturan atau perubahan satu klausul pun, kecuali memang merugikan masyarakat,“ katanya.
Justru ia melihat bahwa kesimpangsiuran mengenai produk SKM belakangan ini yang sangat merugikan masyarakat. Sebab, konsumen pada umumnya adalah masyarakat yang sudah lama mengkonsumsi SKM. “Bahkan ada konsumen yang menyesal pada dirinya sendiri karena telah lama mengkonsumsi SKM. Karena ia mencerna informasinya dari regulator bahwa SKM itu bukan susu, padahal SKM jelas-jelas disebutkan diaturan adalah susu, nah itu kan sama saja menyesatkan,” Cerita David.
Diakuinya, Komunitas Konsumen Indonesia juga telah melakukan penelitian pada produk-produk SKM. Hasilnya, produk-produk SKM tersebut mayoritas sudah mengikuti aturan BPOM. Dimana produk tersebut diberi peringatan untuk tidak dikonsumsi bayi.
“Hasilnya, tidak ada yang dilanggar oleh pelaku usaha. Jadi, janganlah membuat konsumen menjadi terombang-ambing. Kalau memang aturannya masih baik, itu saja yang terus diedukasi kepada konsumen,” ujar pria yang berprofesi sebagai pengacara dari kantor hukum Adams & Co David Tobing itu.
Hal senada diungkapkan Komisi VI DPR RI yang membawahi bidang persaingan usaha. Inas Nasrullah Zubir, anggota Komisi VI meminta agar BPOM dan pemerintah lebih bijaksana melihat polemik terkait susu kental manis ini. Menurut dia, perubahan aturan harus dilandaskan pada kajian dan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Ia juga mengingatkan agar BPOM tidak terjebak menerbitkan sebuah peraturan yang kurang adil. “Jangan pemerintah menyesuaikan kebutuhan produsen, tapi harus menyesuaikan apa yang terbaik bagi konsumen,” Inas menyarankan.