MIX.co.id - Saat ini, sektor kelistrikan dituntut untuk dapat mengatasi perubahan iklim dengan menghasilkan energi yang bersih dan sustainable. Permasalahan operasional lainnya yang harus dihadapi sektor kelistrikan adalah kebocoran yang tak terdeteksi dalam produksi listrik dan perjalanan pendistribusiannya dari pembangkit hingga ke konsumen akhir.
Roberto Rossi, Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste, menegaskan fakta tersebut tentunya menyebabkan inefisiensi produktivitas, yang berujung pada kerugian operasional. Bahkan, mengancam tingkat kepuasan konsumen. “Beban yang cukup besar, namun bukanlah tidak mungkin untuk dicari solusinya,” katanya.
Menurut Roberto, sektor kelistrikan berpacu dengan waktu untuk dapat bergerak dengan lincah dengan memanfaatkan teknologi digital, dan beralih dari sumber energi fosil ke sumber energi terbarukan. Oleh karena itu, kombinasi elektrifikasi dan digitalisasi atau dikenal dengan istilah Electricity 4.0 merupakan cara tercepat untuk mencapai target emisi nol bersih.
“Elektrifikasi merupakan vektor terbaik untuk dekarbonisasi, Sedangkan teknologi digital memungkinkan visibilitas menyeluruh dari yang sebelumnya tidak terlihat atau terdeteksi, menjadi terlihat, sehingga memungkinkan operator mengantisipasi kerusakan perangkat sebelum terjadi kegagalan, mengurangi limbah, dan meningkatkan efisiensi,” urainya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa transformasi jaringan listrik pintar atau lebih dikenal dengan smart grid juga memiliki tantangan tersendiri. Adopsi teknologi digital yang hampir merata di seluruh sektor, mulai dari bangunan dan perumahan, industri, telekomunikasi dan transportasi, serta masih banyak lagi mengubah mekanisme komunikasi dengan sistem jaringan listrik yang sebelumnya bersifat satu arah menjadi dua arah.
“Sistem kelistrikan semakin kompleks dan perlu terintegrasi, serta dikelola secara cerdas di tingkat lokal dan tingkat jaringan distribusi, agar dapat berkomunikasi dengan sistem manajemen bangunan, stasiun pengisian daya kendaraan listrik, jaringan microgrid, dan lainnya. Dengan begitu, operator sistem distribusi dapat memprediksi, memantau dan mengambil aksi dalam memastikan ketersediaan, dan kebutuhan terpenuhi dengan baik, sekaligus memastikan aspek sustainability-nya,” urainya.
Diakui Roberto, agar pengembangan dan pengelolaan smart grid benar-benar dapat mendukung pengendalian perubahan iklim, termasuk memenuhi lonjakan kebutuhan listrik masa depan akibat beralihnya mayoritas sektor ke daya listrik, maka dibutuhkan perencanaan strategis dan holistik dengan berorientasi pada kebutuhan di masa depan.
Untuk dapat menjawab kebutuhan tersebut, Schneider Electric percaya dibutuhkan kemitraan strategis dalam memberdayakan mitra kelistrikan yang terdepan dan memiliki visi dan misi yang sama untuk membangun dunia kelistrikan yang baru. “Kami menyebutnya Partnership of The Future,” ujarnya.
Sistem kelistrikan masa depan harus ditunjang dengan mitra teknologi yang berorientasi pada kesederhanaan (simplified), keterbukaan (open system), dan teknologi berbasis software (software-oriented technology). Tujuannya, untuk memaksimalkan potensi sektor kelistrikan dalam mendukung kebutuhan masa depan, baik dari sisi suplai maupun dampak lingkungan.
“Sebagai mitra lama PT PLN Persero, Schneider Electric...