Sektor Agri-Food Indonesia Hadapi Tantangan

Sektor pangan berbasis pertanian (agri-food) menjadi pilar utama perekonomian nasional karena menyumbang lebih dari sepertiga total Product Domestic Bruto (PDB) pada tahun 2019.

Kendati begitu, menurut laporan terbaru dari Oxford Economics, sektor ini paling rentan terhadap gangguan-gangguan yang ada di kawasan Asia Tenggara, seperti risiko penawaran dan permintaan, risiko kebijakan fiskal, serta pandemi yang tak kunjung usai.

Dalam laporan The Economic Impact of Agri-Food Sector in South East Asia mengenai tantangan dan dampak ekonomi dari sektor agri-food pada tahun 2020 yang diinisiasikan oleh Food Industry Asia (FIA) disebutkan bahwa pada tahun 2019, sektor agri-food di Indonesia memberikan kontribusi PDB sebesar USD 374 miliar, yang didorong oleh luasnya lanskap pertanian yang berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan nasional dan lapangan pekerjaan.

Sektor agri-food mewujudkan separuh dari keseluruhan tenaga kerja dengan 63,4 juta lapangan pekerjaan dan menjadikannya penghasil lapangan pekerjaan terpenting dalam perekonomian negara.

Tidak hanya itu, sektor ini menyumbangkan total pendapatan pajak sebesar USD 42,7 miliar.

Laporan tersebut juga mencatat bahwa sektor agri-food tetap kokoh selama pandemi Covid-19, dengan pertumbuhan 2 persen pada tahun 2020, atau peningkatan terhadap kontribusi PDB sebesar USD 8,2 miliar.

Namun, sektor ini diperkirakan akan menghadapi beberapa tantangan selama masa pemulihan ekonomi. Matriks dari laporan Economic Recovery menempatkan Indonesia dengan risiko pemulihan tertinggi di kawasan Asia Tenggara, di mana Indonesia sangat bergantung kepada sektor pariwisata untuk memulihkan kembali industri pangannya.

Direktur Eksekutif FIA, Matt Kovac, menegaskan tentang berbagai tantangan substansial jangka pendek dan panjang yang dihadapi oleh sektor agri-food di Indonesia, dan penting bagi para pembuat kebijakan untuk menyadari dan mengatasi risiko-risiko tersebut.

“Dengan adanya tantangan besar yang diproyeksikan untuk tahun 2021, sangatlah penting bagi Indonesia untuk tetap memperhatikan hal ini dengan berbagai kebijakan yang dapat berdampak pada industrinya,” tegas Kovac dalam rilis yang diterima redaksi, Kamis (27/5), di Jakarta.

Dalam hal ini, menurut James Lambert, Direktur Economic Consulting Asia untuk Oxford Economics, penting bagi para pembuat kebijakan untuk menciptakan kondisi yang paling kondusif bagi industri agri-food agar dapat berdiri kembali, serta merencanakan, merancang, dan mengomunikasikan setiap kebijakan fiskal dengan cermat.

Menanggapi temuan tersebut, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi Siswaya Lukman mengatakan bahwa sektor pariwisata berkontribusi terhadap 8,8 persen dari total konsumsi pangan di Indonesia.

Mengingat pariwisata internasional masih terus dikelilingi oleh ketidakpastian, menurutnya, industri agri-food perlu bekerja sama dengan pemerintah untuk mengidentifikasi cara-cara lain agar mampu berkembang di era kenormalan baru saat ini.

“Sebagai sumber lapangan pekerjaan utama, sektor publik dan swasta harus bekerja sama untuk menopang dan mengangkat industri ini, serta memastikan terus terdorongnya peluang-peluang kerja,” kata Lukman.

Laporan tersebut memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mengembangkan respon fiskal yangpenuh pertimbangan dan tidak menghambat pemulihan industri agri-food.

Tiga syarat yang harus dipenuhi antara lain memanfaatkan pendidikan untuk mempengaruhi perilaku; mendukung standar regulasi terhadap pajak; dan menjaga komunikasi yang konsisten dengan industri. ()

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)