MIX.co.id - Pada paruh pertama 2021, PT Kereta Api Indonesia (Persero) berhasil mencatatkan kenaikan pendapatan Rp 7,46 triliun sekaligus memangkas rugi bersih. Corporate Deputy Director of Finance Consolidation PT KAI Jagatsyah Aminullah, memproyeksikan kerugian diharapkan berkurang dari Rp 1,7 triliun di 2020, menjadi maksimal Rp 700 miliar di tahun 2021.
"Perseroan terus berinovasi secara efektif dan efisien agar kinerja keuangan bisa lebih lincah dalam merespons dampak yang timbul akibat pandemi Covid-19," kata Jagatsyah, dalam siaran pers yang diterima MIX hari ini (21/10).
Berbagai upaya telah dilakukan KAI dalam menghadapi tantangan di masa pandemi. Antara lain, efisiensi dari sisi internal maupun eksternal. Mulai dari aspek perbankan, seperti relaksasi pinjaman, hingga efisiensi di bidang perpajakan.
"Kami mengoptimalkan semua fasilitas dan insentif yang diberikan pemerintah. Sejalan dengan itu, kami juga mengaplikasikan platform integrasi data perpajakan secara digital," lanjutnya.
Lebih jauh Jagatsyah menegaskan, sektor perpajakan menjadi sangat krusial lantaran KAI memiliki transaksi hingga 12 ribu dokumen pajak per bulan. "Sebagai medium-sized company dengan aset Rp 54,06 triliun, KAI memiliki 12.000 transaksi yang berkaitan dengan dokumen perpajakan. Ini bila dikerjakan tanpa integrasi data akan membutuhkan banyak orang dan banyak waktu," ucapnya.
Oleh karena itu, menurutnya, dibutuhkan integrasi data perpajakan, berupa konektivitas host to host antara platform ERP (enterprise resource planning) wajib pajak dengan server otoritas pajak. Artinya, sistem perpajakan KAI telah terintegrasi secara realtime dengan server Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Diimbuhkan Deny Eko Andrianto, VP Tax PT KAI, perusahaan telah menggunakan aplikasi Tarra e-Faktur buatan programmer dalam negeri (TelkomPajakku) untuk melakukan integrasi data perpajakan. Tarra e-Faktur telah mendapat lisensi resmi dari DJP, sehingga mendapatkan jalur khusus ke server DJP. Bahkan, aplikasi ini mampu membuat, mencetak, dan mengirim puluhan ribu faktur pajak secara massal dan seketika (realtime) ke server DJP.
"Dengan integrasi data perpajakan ini transaksional penerbitan invoice ketika dicatat ke pembukuan sudah relatated (menyambung) semua dengan sistem pajak. Dengan demikian, ketika nanti ada pembuktian dan pemeriksaan, tim DJP akan sangat mudah," terang Deny.
Aplikasi web-based tersebut, dituturkan Deny, juga mampu memantau sekaligus memperkirakan nilai pajak untuk satu bulan ke depan. Dengan begitu, KAI mampu melakukan mitigasi faktur pajak dari semua DAOP secara otomatis, hingga mampu menganalisis potensi-potensi bisnis baru dari pusat hingga di daerah.
Jagatsyah mengakui, “Dengan integrasi data perpajakan, resource tim pajak KAI naik level dari sekadar input-admin menjadi analis pajak. Dengan begitu, tim pajak KAI bisa menghilangkan potensi cost of compliance maupun human error. Bahkan, tim pajak KAI mampu melihat potensi bisnis dan pendapatan baru dari data yang dianalisis. Dengan berbagai efisiensi ini, Alhamdulillah tidak ada pemberhentian kerja secara massal di KAI dan organisasi telah lebih siap menghadapi ketidakpastian dampak risiko pandemi," pungkasnya.