Di tahun 2025, Indonesia diperkirakan masih akan menggunakan batubara sebesar 30 persen, minyak bumi 25 persen, energi baru dan terbarukan--termasuk energi nuklir--23 persen, dan gas 22 persen. Sayangnya, dari 23 persen energi baru dan terbarukan, energi nuklir ditetapkan pemerintah sebagai opsi yang terakhir untuk kepentingan listrik nasional. Padahal, sejak 1958 Indonesia sudah memiliki BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional) dan telah merencanakan operasional proyek PLTN (Pusat Listrik Tenaga Nuklir) pada tahun 2015-2019.
Berbagai strategi dilakukan oleh BATAN untuk meyakinkan para stakeholder mengenai pentingnya nuklir sebagai sumber energi
Diakui Dr. Ir. Arnold Soetrisnanto, Ketua Umum Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI) fakta itu memicu HIMNI untuk meyakinkan pemerintah bahwa Indonesia sudah saatnya memanfaatkan energi nuklir untuk kepentingan listrik nasional. Yakni, dengan mewujudkan segera proyek PLTN. Salah satunya dengan melakukan pendekatan media, yang notabene dinilai sebagai pihak yang paling independent.
"Pentingnya nuklir karena nuklir menjadi energi penghasil CO2 terendah. Selain itu, energi nuklir juga punya nilai ekonomi yang tinggi. Selain itu, nuklir satu-satunya pembangkit listrik yang sudah memproses limbahnya sendiri, sehingga pemerintah maupun masyarakat tidak perlu khawatir lagi akan limbah nuklir," ungkap Arnold.
Sementara itu, demi mengubah persepsi di kalangan pemerintah bahwa nuklir aman dan penting untuk segera mewujudkan PLTN sebagai solusi dari krisis listrik nasional, maka BATAN bersama sejumlah komunitas, antara lain HIMNI dan Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL) melakukan pendekatan ke media massa nasional lewat aktivasi forum dialog bertajuk "Pembangunan PLTN Solusi Tepat Mengatasi Krisis Listrik Jangka Panjang di Indonesia". Melalui forum dialog yang digelar hari ini (27/4) diharapkan media dapat menyuarakan sekaligus meningkatkan keyakinan pemerintah akan pentingnya PLTN.
Diakui Kepala BATAN Prof. Dr. Ir. Djarot Sulistio Wisnubroto, kendati dari hasil sosialisasi tenaga nuklir yang dilakukan BATAN sudah mencapai 73 persen dukungan stakeholder, namun masih ada Pe-eR (pekerjaan rumah) untuk BATAN. "PR utama kami adalah stakeholder pemerintah yang masih belum yakin dengan tenaga nuklir. Salah satu strategi kami adalah menggelar forum dialog hingga menghasilkan sekaligus mengenalkan produk berbasis tenaga nuklir, seperti varietas beras buatan BATAN, dan sebagainya. Kami juga banyak melakukan pendekatan sekaligus diskusi dengan menteri terkait, seperti Kementerian ESDM. Termasuk, pendekatan ke berbagai pemerintah daerah selevel gubernur," terang Djarot, yang menyebutkan bahwa BATAN sudah memiliki prototype PLTN.