Strategi Kunci agar Perguruan Tinggi Tidak Terdisrupsi

Perkembangan teknologi yang begitu cepat memicu perubahan perilaku konsumen, yang akhirnya berujung pada disrupsi di berbagai industri. Faktanya, disrupsi tak hanya menghantam industri ritel, travel, media, maupun transportasi. Perguruan Tinggi pun menjadi salah satu industri yang turut menghadapi disrupsi. Mulai dari tutupnya program studi, hingga matinya perguruan tinggi.

Oleh karena itu, satu-satunya cara menghadapi era disrupsi, pengelola perguruan tinggi harus mampu berubah. Tuntutan lain yang tak kalah penting adalah Revolusi Industri 4.0. Perguruan Tinggi harus sudah bisa menghadirkan layanan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) melalui kuliah online. Dengan PJJ via online, sejatinya Perguruan Tinggi dapat menjangkau mahasiswa yang tinggal di daerah, termasuk daerah terpencil.

Diungkapkan Prof. Jurnalis Uddin, Ketua Umum Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Negeri (APPERTI), tak semua Perguruan Tinggi siap menghadapi era disrupsi maupun Revolusi Industri 4.0, yang notabene tengah digadang-gadang oleh pemerintah. Salah satunya, mereka tidak siap dengan dana. "Dari total 4.300 Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia, mayoritas terbentur dana. Mereka hanya mengandalkan dana dari mahasiswa yang mendaftar," ucapnya.

Ditambahkan Dr. Ir. Budi Djatmiko, Ketua Dewan Pembina APPERTI yang juga Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), seharusnya pemerintah mengambil peran aktif dalam keberlangsungan perguruan tinggi swasta. "Sayangnya, dari total anggaran pendidikan Rp 98 triliun per tahun, yang tersalurkan untuk perguruan tinggi swasta hanya 7%. Sementara mayoritas anggaran justru untuk Perguruan Tinggi Negeri yang jumlahnya hanya 200-an," katanya menyayangkan.

Oleh karena itu, terkait kendala pendanaan, APPERTI berencana mendirikan Bank Pendidikan. "Bank Pendidikan ini, rencananya akan dikelola dengan konsep koperasi, dimana nasabahnya adalah para perguruan tinggi swasta. Dengan konsep koperasi, maka kami akan menjalankan konsep yang kuat membantu yang lemah," kata Prof. Jurnalis, yang menargetkan rencana ini akan terealisasi dalam setahun ke depan.

Sementara itu, terkait Revolusi Industri 4.0, ditegaskan Budi, mau-tidak-mau perguruan tinggi di Indonesia harus menghadapi hal itu. Di Amerika dan Eropa misalnya, sudah 40-50% mahasiswanya sudah tidak ke kampus dalam lima tahun terakhir, alias telah melakukan PJJ via kuliah online.

Sayangnya, diyakini Budi, perguruan tinggi di Indonesia masih belum siap menghadapi Revolusi Industri 4.0. Sementara pemerintah, terhitung telat dalam mendorong revolusi industri 4.0, karena hanya fokus dan menganak-emaskan perguruan tinggi negeri.

APPERTI pun menawarkan solusi dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0, di mana salah satunya menghadirkan PJJ. Pertama, pemerintah harus menyiapkan infrastruktur yang memadai dalam mewujudkan PJJ. Misalnya, infrastruktur jaringan internet hingga pelosok. Kedua, perguruan tinggi harus punya sistem dan mutu pendidikan. Ketiga, harus ada kesiapan dari para dosen yang akan mengajatkan PJJ.

"Untuk itu, pada hari ini (23/3), APPERTI menggelar rapat kerja nasional (rakernas) sekaligus seminar dengan mengundang para penyelenggara pendidikan, dalam hal ini pihak yayasan, untuk bisa sharing knowledge dan mencari solusi dari setiap tantangan yang dihadapi perguruan tinggi dalam menghadapi era disrupsi maupun revolusi industri 4.0," tutup Budi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)