Handaka Santosa, Direktur Utama Sogo Indonesia Department Store, optimis penjualan Sogo akan tumbuh sampai 12 persen hingga akhir 2018. Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh daya beli konsumen dan adanya perubahan strategi promosi Sogo yang akan lebih banyak menghadirkan experience di setiap ritel-nya.
"Sampai Februari 2018 kemarin kami melihat penjualan kami tumbuh positif sampai 9%. Artinya, daya beli konsumen sudah mulai kembali normal. Untuk itu, kami optimis penjualan akan tumbuh 12% hingga akhir 2018. Pertumbuhan ini juga didukung oleh hari raya Lebaran dan Natal yang menjadi momentum penjualan tertinggi sektor ritel," ungkap Handaka.
Selain itu, lanjutnya, tahun ini juga ada beberapa strategi baru yang akan dilakukan Sogo untuk menaikkan penjualan. Pertama, strategi cross marketing dengan online to offline (O2O). Konsumen yang membeli barang lewat online store Sogo atau MAP, akan bisa mengambil barangnya di seluruh gerai Sogo sesuai kebutuhannya.
Kedua, memperbanyak experience. Ketatnya persaingan di industri ritel, termasuk dengan online retail dan e-commerce, menuntut Sogo untuk tidak hanya menjual barang tetapi juga menghadirkan experience. Misalnya, produk cat kuku tidak hanya menjual tetapi juga menawarkan experience mengecat kuku, dan sebagainya. Hal ini juga bertujuan meningkatkan kunjungan konsumen.
Ketiga, memperbanyak gimmick yang sesuai dengan keinginan konsumen, antara lain program sale dan promo lainnya. Hal ini menjadi nilai tambah bagi konsumen. Sementara bagi peritel, upaya ini akan meningkatkan loyalitas pelanggan. Untuk itu, strategi ini menjadi penting.
Sementara, Aviliani, Ekonom Indef menguraikan bahwa ketika ritel punya online, omsetnya pasti naik. "Dengan begitu, pasar juga akan berubH secara total. Tetapi pasar ritel tidak akan mati. Apa yang terjadi di tahun lalu bukan karena daya beli konsumen turun, tetapi karena persaingan semakin ketat. Untuk itu, strategi bersaing ritel harus lebih kreatif untuk bisa bertahan dan memenangkan pasar," pungkasnya.
