Tekan Impor Beras melalui Diversifikasi Pangan

Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbud, Sjamsul Hadi, menimpali bahwa sistem pangan Indonesia harus berbasis pada keberagaman Nusantara, persisnya pada keragaman sumber hayati dan budaya pangan negeri ini. Setiap masyarakat lokal di masing-masing daerah memiliki kebudayaan dan sumber pangan lokal.

“Inilah yang harus dilestarikan dan diteladani untuk meningkatkan ketahanan pangan dan menjaga keragaman pangan nasional,” tegasnya.

Anggapan bias bahwa pangan harus beras dan beras harus dari sawah haruslah ditinggalkan. Sebab, diakuinya, Indonesia sejatinya adalah negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia, termasuk juga dalam keragaman pangan. Terdapat 72 varietas sumber karbohidrat, dan juga kacang-kacangan mencapai 100 varietas dan juga 450 varietas buah-buahan.

Sementara itu, Manajer Program Pertanian Yayasan KEHATI, Puji Sumedi Hanggarawati, mendukung program diversifikasi atau keberagaman pangan untuk ketahanan pangan.

Ia mencontohkan kebijakan pemerintah daerah kabupaten Sangihe yang menggulirkan program ‘two days no rice’ (dua hari tanpa beras) – mengganti karbohidrat dengan mengonsumsi sorghum, jagung, umbi-umbian, dll – setiap bulannya di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Program ini mampu meningkatkan penyerapan pangan lokal dan ekonomi masyarakat lokal, sekaligus menurunkan biaya ‘impor’ beras dari pulau lain.

Jika masyarakat di seluruh Indonesia mau tidak makan beras selama sehari setiap minggunya dan menggantinya dengan ragam pangan lokal lain, papar Puji, sebanyak 3,37 ton beras dapat dihemat dalam setahun. Hal ini tentunya dapat menurunkan biaya impor beras nasional. ()

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)