Tingkatkan Daya Saing BUMN Melalui Strategi M&A dan Reformasi Hukum

MIX.co.id – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menghadapi tantangan pada tata kelola dan ketidakpastian hukum. Kondisi ini menjadi hambatan bagi pertumbuhan dan kemampuan BUMN untuk bersaing di pasar global.

Padahal, dengan total aset sebesar Rp10.402 triliun, BUMN memiliki peran strategis di sektor-sektor penting seperti infrastruktur, energi, dan transportasi.

Oleh karena itu, dibutuhkan solusi konkret untuk mengatasi tantangan ini dengan fokus pada pentingnya perlindungan hukum melalui Business Judgment Rule (BJR) dan perbaikan tata kelola agar BUMN dapat lebih fleksibel dan inovatif dalam menghadapi persaingan, sekaligus memperkuat perannya dalam ekonomi Indonesia.

Hal tersebut mengemuka dalam seminar bertajuk "Membangun Masa Depan BUMN: Strategi M&A dan Reformasi Hukum untuk Pertumbuhan” yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Indonesia Strategic Management Society (ISMS), dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Univesitas Indonesia (UI), dalam seminar yang diadakan di Kampus Salemba UI, Kamis (7/11), menegaskan salah satu strategi utama untuk meningkatkan daya saing BUMN adalah melalui merger dan akuisisi (M&A). Melalui M&A, BUMN dapat memperluas pangsa pasar, mengoptimalkan sumber daya, dan meningkatkan skala operasionalnya.

Namun demikian, katanya, ketidakpastian hukum masih menjadi kendala. Beberapa tantangan fundamental dalam kerangka hukum mempengaruhi pelaksanaan M&A, seperti kontradiksi antara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN terkait interpretasi “keuangan negara yang terpisah.”

Menurutnya, untuk melindungi eksekutif BUMN dari kriminalisasi yang tidak semestinya, diperlukan kerangka Business Judgment Rule (BJR) yang kuat.

Hikmahanto mencontohkan BJR di negara Australia yang memberikan perlindungan hukum bagi eksekutif yang mengambil keputusan bisnis berdasarkan niat baik dan kewajaran, membantu mengurangi ketakutan mereka terhadap tuntutan pidana.

Rhenald Kasali mengakui bahwa kini telah terjadi kecemasan di kalangan eksekutif yang bekerja di BUMN. “Kita perlu upaya pemberantasan korupsi, menciptakan tata kelola yang baik, dan membangun masyarakat yang berintegritas. Namun, kita membutuhkan aturan yang jelas,” ujarnya.

“Kita mulai menyaksikan dan ini mengkhawatirkan, apakah orang-orang yang ditangkap karena korupsi benar-benar memiliki niat jahat di dalamnya, apakah benar-benar terjadi pencurian uang atau tindakan untuk memperkaya diri sendiri. Kita harus membedakan pengambilan keputusan apakah keputusan itu adalah kebijakan yang diambil apakah sifatnya benar merugikan negara apabila dilihat jangka pendek, karena bisnis dalam jangka pendek belum bisa menghasilkan return. Karena untuk memiliki keuntungan harus memiliki waktu,” papar Rhenald Kasali dalam sambutannya melalui video.

Para pembicara sepakat bahwa eksekutif juga perlu memahami prinsip BJR untuk mengetahui batas tanggung jawab hukum mereka, yang memungkinkan mereka menjalankan peran dengan keyakinan bahwa keputusan yang berlandaskan itikad baik dan kehati-hatian akan mendapat perlindungan hukum. Pemahaman ini membantu mereka mengambil keputusan yang lebih berani dan strategis tanpa takut terhadap tuntutan pidana yang tidak proporsional, sehingga dapat mendorong pertumbuhan berkelanjutan bagi BUMN.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)