Terkait dengan merger dan akuisisi (M&A), pembicara Oki Ramadhana, Direktur Utama Mandiri Sekuritas dan Dewan Komisaris BEI menambahkan, sekitar 70% M&A gagal karena 69% strateginya tidak sesuai dengan perusahaan.
“Untuk menjalankan M&A, governance harus dilakukan dengan benar agar performanya sukses. Strategi yang dibutuhkan adalah melakukan analisis Pre-M&A dan Post-M&A. Misalnya, pada Post-M&A, teknologi, budaya, dan sumber daya manusia adalah faktor yang paling penting,” ujarnya.
Amien Sunaryadi, Kepala SKK Migas 2014 -2018, yang juga menjadi pembicara menyarankan perlunya diamblil langkah kondusif untuk menghindari kekhawatiran dan ketakutan dalam mengambil keputusan bagi direksi BUMN. “Maka, penting adanya payung hukum terkait M&A di BUMN. Jangan sampai kebijakan yang diambil direksi BUMN akhirnya dikriminalisasikan, walaupun tidak ada niat jahat di dalamnya,” ujarnya
Pembicara lain, Soebowo Musa, Deputi Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional 1999 - 2004 menyatakan bahwa pada masa Pre-M&A yang paling penting adalah self-assessment. “Self-evaluation itu penting untuk menentukan apakah M&A dibutuhkan dan sejalan dengan strategic direction. Selain itu, valuasi itu adalah subject to change dan due diligence juga penting dan harus komprehensif,” timpalnya.
Presiden ISMS, Sari Wahyuni, menyampaikan bahwa hasil dari seminar ini diharapkan dapat menjadi dasar rekomendasi reformasi hukum. “Semoga hasil dari seminar ini bisa mempercepat implementasi strategi M&A yang lebih efektif dan melindungi pengambil keputusan BUMN dari risiko kriminalisasi yang tidak semestinya,” tandasnya. ()