Sementara pekerjanya sedang berjuang melawan penyakit ebola, rumah sakit Texas Health Presbyterian juga sedang berjuang memperbaiki reputasinya. Dr. Daniel Varga, Chief Clinical Officer untuk perusahaan induk yang membawahi Texas Health Presbyterian akhirnya membuka diri di hadapan publik sebagai upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat setelah kasus gagalnya penanganan pasien Ebola du rumah sakit tersebut.
Texas Health Presbyterian Hospital
Ia juga mengakui bahwa banyak pasien yang membatalkan jadwal pemerikasan lantaran takut tertular virus yang mematikan tersebut. “Dokter kami melaporkan bahwa para pasien memilih untuk melakukan prosedur pengobatan di tempat lain,” ungkapnya.
Dilansir MIX Marcomm dari The Dallas Morning, rumah sakit tersebut akan terus berupaya memulihkan reputasi, antara lain meninjau sekaligus meningkatkan prosedur pengobatan sesuai kebutuhan. Rencananya salah satu langkah tersebut adalah dengan merawat seluruh staf. “Staf kami lelah, tetapi mereka memiliki semangat kuat. Saya sendiri sangat bangga memiliki staf seperti mereka,” ujarnya.
Selain merawat para staf, langkah tim PR Presbyterian untuk memulihkan reputasi adalah dengan mengadakan kampanye media sosial dengan hashtag #presbyproud. Salah satu tweet tersebut memuat rekaman video Nina Pham, salah seorang perawat Texas Health Presbytarian yang positif tertular Ebola.
Untuk itu, rumah sakit tersebut menggandeng agensi PR Global, Burson-Marsteller, setelah mengalami perilisan berita yang tidak sesuai, pertanyaan yang belum terjawab, dan kritik yang terus bermunculan seusai kasus Thomas Eric Duncan, penduduk asal Liberia yang meninggal karena Ebola di rumah sakit Presbytarian ini.
"Kesempatan untuk memperbaiki reputasi sebenarnya adalah dengan membangun komunikasi dengan perawat dan dokter. Keduanya tahu apa yang persis terjadi. Mereka, disisi lain, juga mendapat informasi yang belum jelas kebenarannya. Dan informasi tersebut seharusnya dikumpulkan untuk dianalisa,” jelas Varga.
Training
Staf Presbyterian menuduh bahwa rumah sakit tersebut kurang memberikan alat pelindung dan minim pelatihan mengenai penggunaan alat tersebut. Sementara itu, petinggi rumah sakit Texas Health menampik bahwa mereka sudah menawarkan mekanisme bagi staf untuk mengangkat persoalan tersebut secara anonim tapi sayangnya tidak ada satupun yang melakukan. Padahal rumah sakit lain sudah mengadakan training mengenai alat perlindungan tersebut setelah CDC merilis pernyataan tentang Ebola pada 28 Juli lalu. “Sebelum tanggal 25 September, tidak pernah ada kasus Ebola di sepanjang sejarah Amerika,” ujar Varga dalam mengklarifikasi hal tersebut.
Para perawat berkumpul kembali pada Jumat petang (17/10) untuk mendukung kampanye dalam rangka pemulihan reputasi rumah sakit. Pada event tersebut, ditayangkan video Nina Pham sebagai upaya untuk menumbuhkan rasa kemanusiaan. Bruce Haynes, konsultan asal Washington yang pernah menjadi penasihat BP saat tragedi tumpahnya minyak di teluk Meksiko mengatakan bahwa message yang disampaikan tersebut simpang siur sehingga membingungkan publik dan mengurangi kepercayaan mereka.
“Jika rumah sakit memberi informasi yang membingungkan, itu akan mengurangi rasa kepercayaan publik,” ujar Haynes. “Rumah sakit ini sudah melakukan yang terbaik dalam mengkomunikasikan dan menyebarkan informasi. Dan tentunya kami akan mengadakan training, simulasi, dan penguatan,” ungkap Varga.
Rumah Sakit Tidak Siap
Larry Kamer, pimpinan Kamer Counsulting Group yang pernah menangani klien dari medis mengungkapkan bahwa banyak rumah sakit yang tidak siap untuk bertindak cepat dalam mengatasi rumor yang sudah beredar luas, seperti Presbyterian. Namun di sisi lain, Kamer menilai bahwa kampanye video tersebut adalah langkah besar dalam memulihkan citra Presbytarian.
Selain video Nina Pham yang diupload di Youtube, rumah sakit tersebut juga menayangkan video para perawat yang berbicara mengenai keamanan bekerja di Texas Health Presbyterian Hospital Dallas. Perawat yang berada di video memuji standar perawatan di rumah sakit tersebut. Menurut Kamer, hal tersebut tidak penting karena lebih baik menunjukkannya secara visual, bukan hanya sebatas kata-kata.
Lanjutnya, testimonial yang dilontarkan dokter atau perawat akan efektif mempengaruhi publik karena publik mudah percaya dengan mereka dalam hubungannya dengan persoalan kesehatan. “Disadari atau tidak, sebenarnya kita lebih percaya pada dokter atau perawat dari pada tim PR atau tim administrasi rumah sakit – walaupun hal yang diinformasikan sama,” ujarnya.
Sementara, Ernest DelBuono, Crisis Manager agensi PR Levick mengatakan bahwa jika rumah sakit tersebut terus menghindar dari media, ini akan menambah dampak negatif pada reputasinya. “Mereka harus membangun komunikasi positif dengan media jika tidak mau terus menerus dicap sebagai rumah sakit yang gagal dalam menangani wabah,” tegasnya.