MIX.co.id - Xendit berkolaborasi dengan SWA Media Group berkolaborasi dengan menggelar program edukasi bertajuk “Business Operations Enablement Through The use of Integrated Payment Solutions”, pada akhir Juni 2022.
Dikemas dalam format webinar, program edukasi tersebut menghadirkan sejumlah pakar, seperti Andiwiana Saptonarwanto, Kepala Grup Operasional Departmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia; Roy Sembel, Professor of Finance Management IPMI Business School; Roy N Mandey, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO); Andhie Saad, CCO MBIZ; dan Nor Meydia, Head of Business Development Xendit.
Diungkapkan Kemal E. Gani, Group Chief Editor SWA Media, “Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia adalah sistem pembayaran digital yang semakin seamless. Disebutkan Gubernur BI, selama dua tahun pandemi melanda Indonesia, akselerasi pembayaran digital di Indonesia telah menjadi solusi untuk pemulihan ekonomi.”
Dalam konteks layanan, lanjut Kemal, ternyata digital banking dan digital payment telah berkembang secara baik dalam pembayaran di bidang ritel. Namun, perkembangannya memerlukan kunci utama, yakni keseimbangan antara inovasi dan mitigasi resiko. Mengutip hasil riset IDC, di tahun 2025, akan ada 125 juta pengguna baru e-wallet. Jumlah ini akan membuat Indonesia menjadi negara pengguna e-wallet terbanyak di Asia Tenggara.
Sementara itu, Andiwiana menegaskan bahwa Bank Indonesia (BI) sudah menyiapkan sejumlah regulasi pendukung sistem transaksi keuangan elektronik. Melalui sinergi dan kolaborasi dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait, penyediaan infrastruktur dan perubahan perilaku menuju ekosistem digital.
“Saat ini, BI sudah siap untuk memfasilitasi transaksi keuangan elektronik untuk semua model bisnis. BI juga telah menyiapkan regulasi dan kebijakan yang mendukung. Selain itu, BI juga melakukan optimalisasi sumber daya lokal serta edukasi dan monitoring,” urai Andiwiana.
Lebih jauh ia menerangkan, strategi elektronifikasi transaksi keuangan BI telah mencakup empat bidang penting. Pertama, elektronifikasi bantuan sosial. Kedua, elektronifikasi transaksi pemerintah. Ketiga, elektronifikasi transportasi dan tol. Keempat, elektronifikasi ritel lainnya. “Ke depan, pemerintah sedang menyiapkan untuk bidang kesehatan, pariwisata, serta bidang layanan masyarakat lainnya,” ungkap Andiwiana.
Pada kesempatan yang sama, Roy Sembel juga memaparkan, “Salah satu isu global yang menjadi perhatian dunia selain isu-isu lingkungan hidup adalah isu digital inequality. Jadi, dengan adanya digital payment system akan bisa mengurangi digital inequality. Saat ini, dengan terjadinya perang rusia Ukraina dampaknya ke GDP dan inflasi negara-negara di dunia sangat terasa. Untuk itu, efisiensi makin dibutuhkan, salah satunya dengan digitalisasi, termasuk digitalisasi sistem pembayaran. Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi dari seluruh stakeholder untuk menangkap peluang ekonomi digital yang di dalamnya digerakkan oleh digital payment.”
Selanjutnya, Roy N. Mandey menegaskan, ada beberapa peluang yang bisa menjadi pendorong pertumbuhan revenue jika retailer menggunakan digital payments. Pertama, membuka cross-border sales yang tinggi. Kedua, membuka konversi yang tinggi. Ketiga, kemudahan user atau customer untuk membeli secara kontekstual. Keempat, sistem pembayaran tertaut mendorong kekuatan belanja customer agar semakin besar nilai belanjanya. Kelima, meningkatkan belanja dan loyalitas pelanggan.
Sebagai pelaku bisnis procurement digital, Andhie Saad menuturkan bahwa MBiz mengambil bagian untuk mendorong ekonomi digital Indonesia, salah satunya dengan layanan MBizmarket. “MBizmarket ini adalah layanan procurement untuk pemerintah daerah dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemda, karena adanya kebijakan pemerintah untuk mengganti cara procurement manual menjadi digital akan transparansi transaksi bisa diawasi dan dievaluasi,” ujarnya.
Nor Meydia, Head of Business Development Xendit, menekankan pentingnya pembayaran digital untuk bisnis. Untuk perusahaan B2C, ini akan membawa bisnis memasuki pasar yang berisi pelanggan yang digital literasinya sudah sangat baik. Mereka ini adalah kelompok usia 25-34 tahun yang menyumbang lebih dari 50% belanja online. Daya beli kelompok ini akan meningkat dalam dekade berikut.
“Pembayaran digital akan memberikan pengalaman pembayaran yang disukai kustomer, karena sederhana dan mudah. Riset menunjukkan bahwa 70% chart ditinggalkan calon pembeli, karena tidak dapat menemukan metode pembayaran yang paling disukai saat checkout,” terang Nor Meydia.
Sementara itu, untuk perusahaan dengan model bisnis B2B (Business to Business), digitalisasi sistem pembayaran akan meningkatkan value chain, karena dengan sistem pembayaran digital memungkinkan efisiensi yang dapat menurunkan biaya. Selain itu, juga mmberikan kemudahan dalam penyelesaian dan rekonsiliasi transaksi.
Saat ini, sebagai perusahaan fintech Indonesia, Xendit menyediakan infrastruktur pembayaran untuk Indonesia yang memproses pembayaran, membantu marketplace menyederhanakan pembayaran, mengirimkan pembayaran dan pinjaman, mendeteksi penipuan, dan membantu bisnis bertumbuh secara eksponensial. “Xendit melayani dengan menyediakan API kelas dunia dan antarmuka dashboard yang memudahkan proses,” pungkas Nor Meydia.