Presentasi peserta PR of the Year di hadapan juri yang dilakukan lewat zoom menampilkan strategi PR secara inovatif dalam mendorong keberagaman, kesetaraan, dan inklusi, membuka jalan bagi transformasi budaya organisasi.
.
.
Pada penjurian PR of the Year beberapa pekan lalu, para peserta tampil memukau dengan presentasi berisi praktik terbaik dalam mendorong keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI).
Satu juri memulai dengan kekaguman: “Saya terkesan bagaimana tim mampu menggali cerita tersembunyi melalui data internal dan mengubahnya menjadi kebijakan nyata yang melibatkan seluruh lapisan organisasi.”
Seorang peserta kemudian menegaskan, “Kami tidak sekadar menyuarakan inklusi; kami menampilkan potret nyata beragam individu yang saling menguatkan.”
Momen ini membuka wawasan bahwa PR bukan hanya soal narasi, melainkan motor penggerak transformasi budaya.
Dalam setiap presentasi, peserta menyoroti pentingnya membangun dialog internal yang autentik.
Tim PR menghadirkan forum diskusi dua arah—dari pertemuan kecil hingga platform digital massal—yang didesain untuk menampung aspirasi pegawai tanpa terkecuali.
Melalui sesi berbagi pengalaman, karyawan dari berbagai latar memberi masukan: mulai gagasan penyesuaian fasilitas bagi penyandang disabilitas hingga ide penyusunan pedoman rekrutmen yang lebih inklusif.
Dengan sedemikian, dialog internal memantik perubahan kebijakan, bukan sekadar basa-basi.
Inisiatif ini membuktikan, kata seorang juri, “PR yang efektif mampu mereduksi kesenjangan antara manajemen dan staf melalui komunikasi yang membumi dan berkelanjutan.”
Tidak hanya berfokus di dalam, PR juga berperan...
