Tanpa transparansi penuh mengenai data apa yang direkam, di mana disimpan, dan bagaimana konsumen dapat menghapusnya, kepercayaan bisa hilang secepat jeda iklan dalam aplikasi gratis.
Ketiga, di tengah klaim produk “ramah lingkungan” yang mengklaim mengefisienkan kehidupan, realitas jejak karbon terasa kian berat. “Asyik sih rumah otomatis, tapi kok tagihan listrik dan beban server terus naik?” ungkap seorang pemerhati lingkungan. Eksploitasi energi untuk menyokong sederet sensor, server, dan pembaruan berkala berpotensi meniadakan nilai keberlanjutan yang dipasarkan.
Keempat, untuk menikmati rangkaian sensasi end-to-end—layar sinematik, suara spasial, atau robot rumah pintar—diperlukan investasi finansial signifikan. “Minimal saya perlu nabung setahun buat coba semua itu…” keluh seorang guru sekolah dasar. Ketika produk experiential dikemas dalam paket harga premium, gap akses teknologi semakin melebar, membuat inovasi terasa eksklusif alih-alih inklusif.
Kelima, kendati teknologi digital semakin canggih, isu autentisitas endorsement tetap vital. “Saya lebih percaya review teman yang coba langsung, bukan video CGI terseting rapi,” ujar seorang gamer kasual.
Virtual influencer sulit meniru reaksi spontan dan nuansa ekspresi manusia yang menimbulkan keterikatan emosional—padahal itulah jiwa experiential product.
Keenam, tanpa protokol terbuka, ekosistem pintar justru menjadi silo eksklusif. “Kenapa vacuum saya cuma bisa diajak bicara di satu aplikasi, sedangkan lampu pakai yang lain?” keluh seorang pemilik rumah pintar.
Keterbatasan interoperabilitas memaksa konsumen terkurung di dalam satu platform, mengurangi fleksibilitas dan mengaburkan janji “pengalaman terpadu”.
Menyadari realita ini, perancang experiential product harus merancang ulang peta jalan inovasi. Kurasi fitur sensori perlu disandingkan dengan kesederhanaan antarmuka, kebijakan privasi yang transparan, audit energi berkelanjutan, skema harga terjangkau, storyteller manusiawi yang otentik, serta protokol terbuka demi ekosistem yang inklusif.
Hanya dengan sinergi holistik inilah “pengalaman mendalam” tidak sekadar janji pemasaran, melainkan kenangan tak terlupakan yang benar-benar dirasakan konsumen.