Christa Sabathaly - Sosok Di Balik Socmed Surfer Girl

Lahir di Bandung 26 Juli 1986, perempuan cantik lulusan Ekonomi Universitas Indonesia dan S2 di New Castle, Inggris, ini memilih berkarir di industri advertising. Christa Sabathaly mengawali karirnya di Grey, untuk selanjutnya hijrah ke Fortune.

Christa Sabathaly Christa Sabathaly

Berikutnya, Christa memilih bergabung dengan Surfer Girl, brand lokal yang memiliki katakter seperti Disney maupun Hello Kitty. Di Surfer Girl, ia lah yang membidani lahirnya social media dan membawa social media Surfer Girl memasuki masa keemasan.

"Yang saya lakukan pertama kali adalah membuat facebook Surfer Girl, kemudian menciptakan conversation di sana. Hasilnya, fans facebook Surfer Girl selalu hit selama lima tahun berturut-turut. Selalu top five di number of fans di Indonesia dan Asia Tenggara," ungkap Christa.

Di sana, ia mengaku menjadikan content sebagai king. Oleh karena itu, Christa terhitung rajin menghimpun insight seputar anak remaja putri, yang notabene target market yang disasar Surfer Girl. Misal, mengisi konten dengan isu seputar band Korea, yang tengah digandrungi remaja putri saat ini. Hasilnya, facebook Surfer Girl sanggup mencapai 35.000 hingga 40.000 engagement tiap minggunya.

Sukses di Surfer Girl, Christa memutuskan untuk bergabung di Right Hand, agensi digital, mobile, dan social activation. Di sana, ia dipercaya untuk menempati posisi Associate Account Director.

Di Right Hand, ia memiliki kesempatan untuk mengikuti APMF 2014 untuk pertama kalinya. Menurutnya, pertama kali ikut dan berpartisipasi di APMF merupakan kebahagiaan tersendiri. Sebab, ada bayak informasi yang sapat ia petik dari perhelatan bergengsi itu.

"Saya sangat terkesan dengan keynote speaker pertama, Ajaz Ahmed, CEO and Co-Founder AKQA. bahwa di jaman digital seperti sekarang ini content is king dan kita tengah beralih dari era broadcast ke onecast. Itu artinya, kita berkomunikasi tidak lagi ke mass parade, tapi moving parade. Untuk itu, kita harus benar-benar tahu content nya seperti apa, lalu insight nya apa. Kemudian, apa yang sebenarnya audience ingin dengar, kita harus tahu. Itu tantangan untuk kita sebagai agensi. Karena, kita dituntut untuk kualitas, tapi budjet dipotong," tutupnya. (DWI)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)