Latar Belakang
Ketersediaan air bersih yang belum merata di Indonesia masih menjadi isu penting. Meski dalam 20 tahun terakhir tingkat pendapatan dan ekonomi di Indonesia meningkat, data WHO & UNICEF Joint Monitoring Programme 2015 mencatat bahwa dari 255 juta penduduk Indonesia, terdapat lebih dari 33.4 juta penduduk kekurangan air bersih dan 99,7 juta kekurangan akses ke fasilitas sanitasi yang baik. Sementara data di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan, sampai akhir 2018 masyarakat yang mendapatkan layanan air minum dan sanitasi yang baik baru sekitar 72%.
Fakta tersebut merupakan tantangan mengingat pemerintah melalui Rapat Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menargetkan pada akhir 2019, Indonesia mencapai akses universal 100-0-100, yaitu 100% masyarakat mendapatkan layanan air minum dan sanitasi yang baik. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah meluncurkan berbagai program pembangunan akses air bersih dan sanitasi, salah satunya program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas). Program ini mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dengan pembentukan Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum (KPSPAM) Pedesaan.
Sayangnya, program Pamsimas terhadang kendala biaya untuk pembangunan dan pengembangan akses air bersih dan sanitasi, di samping keterbatasan sumber daya manusia untuk kegiatan pendampingan maupun monitoring di lapangan. Sehingga, pemerintah gencar berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengatasi kendala tersebut agar bisa memenuhi target yang telah ditetapkan.
Danone-Aqua terpanggil untuk memberikan solusi bagi warga masyarakat yang tidak memiliki akses air minum dan sanitasi, terutama di daerah pelosok yang tidak tersentuh jaringan Perusahaan Air Minum (PAM). Solusi tersebut diimplementasikan dengan cara menggandeng organisasi nirlaba Water.org. “Kolaborasi antara Danone-Aqua dengan Water.org bertujuan untuk meningkatkan akses air bersih dan sanitasi bagi warga di beberapa daerah melalui kredit mikro dari lembaga keuangan (water credit). Inisiatif ini sekaligus mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) terkait air dan sanitasi pada 2030,” ujar Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director Danone-Indonesia.
Water credit hadir sebagai inovasi untuk mengatasi kendala biaya dalam pembangunan fasilitas pengadaan air bersih maupun sanitasi. Skema ini mendorong lembaga keuangan mikro untuk mengembangkan dan meluncurkan produk keuangan dalam pembangunan air dan sanitasi. Produk keuangan berupa pinjaman ini ditujukan bagi Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum (KPSPAM) agar dapat mengembangkan cakupan layanan air bersih dan sanitasi di daerah mereka.
Melalui inovasi skema tersebut, Water.org dan Danone-Aqua menargetkan dampak yang lebih besar melalui solusi keuangan yang berkelanjutan dengan memberdayakan Kelompok SPAMS Pedesaan. Water.org dan Danone-AQUA juga melakukan pendampingan kepada lembaga keuangan agar dapat membuat produk kredit air dan sanitasi serta membangun kapasitas kelompok SPAMS Pedesaan agar bankable dan layak mendapat pinjaman. Sejak diluncurkan pada 2016, kerja sama ini telah berjalan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan melibatkan 3 lembaga keuangan yang telah menyalurkan pinjaman bagi 18 kelompok SPAMS di 18 desa.
Eksekusi
Dua KPSPAMS yang berada di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yakni KPSPAMS Jolotundo, Desa Juwangi, Kecamatan Juwangi dan KPSPAMS Tirto Mukti, Desa Sumberangung, Kecamatan Klego merupakan kelompok dampingan Water.or dan Danone-Aqua yang mengikuti program ini. Masyarakat di kedua desa tersebut mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Mereka harus menempuh jarak 5-20 km untuk memperoleh air bersih dari mata air. Bahkan, bila musim kemarau tiba warga semakin sulit mendapatkan air bersih karena sumber air kering. Warga harus berjalan lebih jauh untuk mencari sumber air lain dengan membawa ember dan jerigen. “Kami sulit mendapat air bersih. Kalau datang musim kemarau, sumber air kering sehingga warga menggunakan air di genangan tanah untuk sehari-hari, meski airnya kotor,” ujar Samikun, 46, petani di Desa Juwangi. Keluhan serupa juga dialami warga Desa Sumberagung yang kesulitan memperoleh air bersih.
Pada 2012 desa Juwangi mendapat bantuan dana Rp225 juta dari pemerintah melalui program Pamsimas untuk membangun infratruktur penyediaan air minum pedesaan. Pasokan air bersih untuk warga berupa sumber air tanah yang disedot dengan mesin pompa. Dari dana bantuan pemerintah tersebut, warga Desa Juwangi berhasil membangun instalasi air bersih dengan debit 2,5 liter/detik dan existing Sambungan Rumah (SR) sebanyak 425 SR. Sayangnya, SR tersebut tidak mampu melayani seluruh warga karena kapasitas produksi terbatas sehingga tidak mampu menambah SR baru. Akibatnya masih banyak warga desa yang belum mendapat air bersih. Sementara untuk menambah jaringan instalasi SR baru membutuhkan biaya.
Water.ord dan Danone-Aqua menjembatani kesulitan biaya warga dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Boyolali melalui skema water credit. Danone-Aqua berperan sebagai penjamin jika terjadi kredit macet. Upaya itu berhasil dan BPR Bank Boyolali mengucurkan water credit sebesar Rp50 juta kepada KPSPAMS Jolotundo. Pinjaman akan dikembalikan secara cicilan selama 36 bulan dengan besar angsuran per bulan Rp1,864 juta.
Menurut Karliti, Ketua KPSPAMS Jolotundo, warga yang telah teraliri air bersih melalui SR diharuskan membayar tarif Rp2 ribu/M3 air. Pengelolaan Pamsimas seperti halnya Perusahaan Daerah Air MInum (PDAM) yang memberlakukan tarif bagi pelanggannya. Namun, pada Pamsimas tarif atau iurannya sangat murah. “Total pendapatan dari iuran warga yang memanfaatkan jaringan air bersih ini digunakan untuk membayar angsuran kepada pihak bank,” tuturnya.
Model serupa dialami KPSPAMS Tirto Mukti. Bantuan dana...