"Waktu saya belajar langsung membuat ecofoam dari limbah rumah tangga, saya sadar bahwa pesan ini bukan cuma kampanye. Ini perubahan nyata," ujar seorang jurnalis.
Sementara itu, platform komunitas digital memungkinkan publik menyumbang ide dan memilih program yang ingin dijalankan, menciptakan keterlibatan horizontal dan rasa kepemilikan. Untuk menjangkau pekerja lapangan, beberapa program menggunakan radio internal dan buletin cetak yang dikemas dengan pendekatan personal.
Komunikasi semacam ini menjadi vital untuk menjangkau kelompok yang tidak selalu terhubung dengan kanal digital.
Keseluruhan praktik ini menunjukkan bahwa engagement yang kuat dibangun melalui empati, partisipasi, dan pengalaman yang relevan secara budaya.
Ini sejalan dengan kerangka komunikasi strategis yang digagas oleh Grunig (2000), bahwa hubungan antara organisasi dan publik strategis harus didefinisikan secara presisi untuk mencapai tujuan SPR (Strategic Public Relations).
Kepercayaan memainkan peran penting karena mampu mengurangi konflik dan meningkatkan dukungan di antara manajer dan karyawan, sebagaimana dikemukakan oleh Becerra (1998).
Lebih dari itu, Wells dan Spinks (1999) menekankan pentingnya integrasi sudut pandang PR dalam pengambilan kebijakan strategis. Komunikasi timbal balik yang jelas dan akurat menjadi dasar dalam mencapai tujuan organisasi dan memperluas pengaruhnya.
Kejelasan pesan sangat penting dalam memastikan audiens memahami dan merespons sesuai yang diharapkan.
Dalam konteks modern, teori komunikasi simetris dua arah dari Huang (1997) masih relevan, meskipun Holtzhausen (2000) mengingatkan bahwa pendekatan ini belum tentu cukup untuk menjawab ketimpangan kekuasaan dalam praktik. Oleh karena itu, membangun keseimbangan menjadi kompetensi inti dalam manajemen SPR.
Kita juga tidak bisa mengabaikan aspek kekuasaan dan gender dalam komunikasi, terlebih ketika perbedaan budaya hadir dalam hubungan antara pengirim dan penerima pesan.
Cortes (2000) menyoroti bahwa teknologi baru, feminisasi, dan globalisasi adalah tiga area utama dalam riset PR masa kini.
Meskipun membuka peluang, ketiganya juga mengundang pertimbangan etis yang harus diantisipasi.
PR masa kini bukan sekadar soal pesan, tetapi bagaimana pesan itu dihidupkan dan dialami oleh audiens. Komunikasi tidak lagi cukup hanya disampaikan—ia harus dihayati.
Engagement sejati adalah ketika publik tidak hanya memahami, tetapi merasa menjadi bagian dari cerita yang dibangun. "Kami ingin orang-orang berkata, 'Saya ikut, saya terlibat, saya berubah,'" ujar salah satu finalis. Dan di situlah letak kekuatan PR hebat 2025.