Crisis Management serta Crisis Communication di industri penerbangan kembali terjadi. Kali ini, Air Asia, perusahaan penerbangan milik Tony Fernandez asal Malaysia, mengalaminya di penghujung tahun 2014. Ya, komunikasi krisis mulai terjadi saat pesawat Air Asia Indonesia dengan nomor QZ 8501 rute Surabaya-Singapura dinyatakan hilang kontak.
Pihak Air Asia maupun pemerintah Indonesia pun telah resmi mengumumkan musibah tersebut kepada media maupun pihak keluarga. Bahkan, hari ini (29/12), Air Asia telah menggelar press conference terkait musibah yang menimpa pesawat berpenumpang 155 orang itu.
Kasus seperti itu memang bukan yang pertama kali terjadi di industri penerbangan. Sayangnya, tidak semua perusahaan siap, bahkan mampu menghadapi masalah tersebut, hingga tidak berujung pada krisis.
Diungkapkan Troy Pantouw, pengamat media dan komunikasi yang juga Wakil Ketua Umum BPP Perhumas periode 2011-2014, seharusnya perusahaan harus memahami terlebih dahulu prinsip dasar dari krisis.
Ada empat prinsip yang wajib dipahami betul oleh perusahaan seputar krisis. Pertama, Prevention, yakni perusahaan harus prefentif dengan menghadirkan Crisis Management Team dalam tubuh organisasi perusahaan.
“Dalam situasi normal, tim Crisis Management tersebut nantinya akan berperan memantau sekaligus mendeteksi berbagai isu yang bakal berpotensi menjadi krisis ke depannya. Dengan demikian, perusahaan telah melakukan langkah prefentif,” ujar Troy.
Prinsip kedua adalah Preparation. Menurut Troy, perusahaan perlu melakukan persiapan dengan melakukan simulasi atau pelatihan secara rutin melalui studi kasus seputar management crisis. Dengan demikian, perusahaan akan terlatih jika memang harus menghadapi krisis sebenarnya.
Prinsip ketiga, Response. Ketika perusahaan harus megnahdapi krisis, maka perusahaan harus mampu memberikan respon yang tepat dengan SOP (Standard of Procedure) yang jelas dan terintegrasi. Prinsip keempat adalah Recovery. Perusahaan harus mampu melakukan recovery yang tepat.
“Sayangnya, belum banyak perusahaan menyadari prinsip crisis management tersebut. Hal itu terbukti, belum banyak perusahaan yang memiliki Crisis Management Team dalam tubuh organisasi perusahaan. Meskipun demikian, saya melihat sejumlah perusahaan besar sudah memahami prinsip krisis dan memiliki Crisis Mangement Team, Danone misalnya,” ungkap Troy.
Kendati kasus hilangnya pesawat serta jatuhnya pesawat kerapkali mengintai berbagai perusahaan penerbangan, sayangnya sedikit sekali perusahaan penerbangan yang mampu melewati krisis dengan mulus. Air Asia Indonesia misalnya, menurut penilaian Troy, tercatat kurang baik dalam menangani kasus hilang kontaknya pesawat rute Surabaya-Singapura tersebut.
Sejumlah catatan dipaparkan Troy tentang krisis komunikasi atau communications crisis yang dialami Air Asia. Catatan pertama yang menjadi kesalahan Air Asia adalah soal up-date informasi yang dilakukan Air Asia maupun pemerintah Indonesia masih tidak terstruktur dengan baik. Akibatnya, informasi menjadi tidak komprehensif.
Kedua, treatment up-date yang dilakukan Air Asia tidak...
1 thought on “Enam Catatan Penting untuk Crisis Communication Air Asia”