Dalam beberapa literature, diskusi tentang penerapan strategi ‘diam” untuk memperbaiki citra dan komunikasi krisis hanya terbatas pada pengakuan bahwa strategi ini masih harus diteliti lagi (Kim et al., 2004). Benoit sendiri sengaja menghilangkan keheningan organisasi, mengabaikan tuduhan, atau menyatakan "No comment" dari strategi restorasi citra (Benoit, 1995; Len-Rios & Benoit, 2004). Meski demikian, dia mengakui bahwa diam adalah strategi yang dapat digunakan, setidaknya untuk waktu yang singkat.
Pengalaman krisis yang menimpa Enron menunjukkan bahwa diamnya para pimpinan dan pengawas Enron memunculkan masalah (Trinkaus dan Giacolone, 2005). Diamnya perusahaan ketika tertimpa krisis meningkatkan persepsi negatif terhadap perusahaan tersebut, setidaknya publik menafsirkan bahwa dengan diamnya perusahaan seakan mengatakan bahwa isu yang berkembang benar adanya.
Seperti diketahui, Benoit (1997b) membagi teori pemulihan citranya menjadi lima strategi, yakni penolakan, penghindaran tanggung jawab, pengurangan offensiveness, tindakan korektif dan permintaan maaf.
Untuk penolakan, Benoit menyarankan dua pendekatan. Pertama, seseorang atau organisasi, mengingkari keterlibatan dalam tindakan atau menyangkal tindakan yang pernah dialkukan. . Pendekatan kedua melibatkan "victimage," atau menimpakan kesalahan kepada orang lain (kambing hitam). "Jika audience menerima orang lain yang harus disalahkan, image terdakwa mestinya bisa dipulihkan." .
Untuk penghindaran tanggung jawab, Benoit mengajukan empat taktik. Pertama, “tertuduh” dapat mengklaim bahwa tindakan tersebut merupakan respon yang wajar untuk sebuah provokasi dari pihak lain. Kedua, penghindaran tanggung jawab (defeasibility) di mana "tertuduh mengklaim kekurangan informasi atau kontrol atas elemen penting dalam situasi yang memerlukan tindakan ofensif."
Pendekatan-pendekatan lain dalam kategori ini termasuk mengklaim bahwa tindakan melanggar hukum itu kecelakaan atau bahwa individu bertindak dengan niat baik namun tidak menyadari hasil negatif yang tak bisa mereka perkirakan. "Orang tidak baik ketika mencoba untuk berbuat baik tidak dapat disalahkan seperti halnya orang-orang yang bermaksud melakukan suatu tindakan yang membahayakan." (Benoit, 1995b, hal 91).
Dari ilustrasi diatas kelihatan bahwa bagaimana AirAsia merespon dua tuduhan tersebut, AirAsa mengambil langkah yang berbeda. Bila untuk kasus pertama (tuduhan pelanggaran jadwal terbang) AirAsia memilih bekerjasama untuk penyelidikan, untuk yang kedua, AirAsia melakukan tindakan evasion of responsibility