Dari hasil penilaian MIX-Marcomm yang telah menjadi tuan rumah kompetisi ini sebanyak 16 kali dalam 16 tahun terakhir, terdapat banyak perkembangan positif yang telah dicapai oleh perusahaan dalam menjalankan program public relations mereka. Akan tetapi, masalah yang tetap menjadi kendala adalah isu mengenai cara mengukur hasilnya. Bagaimanakah itu?
Sebulan yang lalu, Majalah Mix-Marcomm menggelar sebuah kontes presentasi virtual di hadapan sekelompok panel untuk menentukan program dan individu terunggul di sektor public relations. Meski dari sisi kegiatan yang dilakukan perusahaan mengalami banyak kemajuan, namun beberapa catatan yang masih menjadi agende ke depan tentang penguuran keberhasilannya.
Seperti diketahui, pengukuran dan evaluasi dalam Public Relations (PR) seakan mengalami siklus yang berulang. Meskipun Deklarasi Barcelona telah memaparkan pentingnya penetapan tujuan dan pengukuran hasil, namun pemikiran ini tampaknya tidak jauh berbeda dari yang telah diusulkan oleh Lee dan Bernays pada era 1920-an.
Selama lebih dari satu abad, strategi dan taktik hubungan media tetap menjadi fokus utama praktisi PR. Metode yang dijelaskan oleh Batchelor (1938) dan Harlow (1942), seperti frekuensi, jangkauan, dan tonalitas referensi media, masih menjadi praktek yang sangat diminati dalam pengukuran dan evaluasi PR, meskipun media sosial membawa tantangan baru.
Namun, dibutuhkan lebih dari tujuh dekade bagi diskusi akademis tentang pengukuran dan evaluasi untuk mendapatkan traksi yang signifikan. Ini terjadi meskipun sejumlah metode penelitian mengenai efektivitas PR telah dirumuskan dengan baik dan dipresentasikan secara luas, seperti yang tercantum dalam "Research Methods in Public Relations" oleh Broom & Dozier (1990).
Terlepas dari diskusi ekstensif dalam jurnal dan buku akademis, sedikit sekali teori pengukuran dan evaluasi PR yang dikembangkan dan diterima secara luas. Sebagai contoh, penggunaan AVE (Advertising Value Equivalency), yang telah dikecam sebagai metode yang tidak valid sejak akhir 1940-an, tetap digunakan oleh lebih dari 40% responden dalam survei internasional pada tahun 2009, seperti yang ditemukan oleh Wright et al. (2009).
Menyedihkan bahwa praktisi PR tampaknya lebih banyak berbicara tentang evaluasi daripada benar-benar melaksanakannya. Ini mungkin menandakan bahwa profesi PR masih dalam tahap yang belum matang dan tidak percaya diri dengan praktiknya sendiri. Sebagai contoh, penggunaan AVE, yang telah dikecam sejak akhir 1940-an, masih digunakan secara luas, meskipun Deklarasi Barcelona tahun 2010 dengan tegas menentangnya.
Di era media sosial yang menekankan pada keterlibatan dan dialog, mungkin saatnya bagi praktisi dan evaluator PR untuk beralih dari AVE ke pengukuran yang lebih mampu menunjukkan penciptaan nilai. Studi lebih lanjut juga diperlukan untuk menggali lebih dalam bagaimana PR berkembang di berbagai negara dan budaya komunikasi yang berbeda, serta untuk mengatasi keterbatasan penelitian yang telah ada sejauh ini.
Di era yang serba digital, Public Relations (PR) tak bisa lagi hanya mengandalkan cara-cara tradisional dalam mengembangkan dan mempertahankan citra sebuah perusahaan. Seperti yang ditekankan oleh Sallot, Porter, & Acosta-Alzuru (2004), media sosial dan platform digital lainnya telah memperluas cakrawala PR, memberikannya peluang untuk meningkatkan pengaruhnya dalam sebuah organisasi.
Dengan kehadiran teknologi, tugas PR tidak hanya terbatas pada pembangunan citra perusahaan, tetapi juga harus bisa mempengaruhi persepsi publik hingga menciptakan dampak positif terhadap penjualan.
Yuna Eka Kristina, Kepala Public Relations dan Digital Le Minerale, menyatakan bahwa tantangan bagi PR saat ini adalah memiliki kemampuan untuk mengukur efektivitasnya, khususnya dalam media yang semakin beragam. "Kalau PR tidak bisa menunjukkan measurement terhadap kinerjanya, akhirnya tidak kelihatan efektivitasnya," ujarnya.
Memang, di masa lalu, ukuran keberhasilan PR mungkin hanya terbatas pada berapa banyak publikasi yang dihasilkan atau nilai PR yang diperoleh. Namun, saat ini, PR ditantang untuk melihat dampak jangka panjang dari kegiatan mereka, seperti bagaimana persepsi merek terbentuk dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi keputusan konsumen.
Dalam hal ini, pengukuran digital menjadi sangat krusial....