Dua tahun terakhir ini telah menjadi tahun yang transformatif bagi industri PR. Konsultan mengadopsi integrasi media digital dan juga menguasai seni menciptakan kampanye PR terpadu. Disruption dunia media digital telah masuk ke dalam setiap aspek pemasaran dan komunikasi.
Merek bersaing dengan penerbit dan konsumen diberdayakan untuk ikut mempublikasikan dan mempengaruhi konsumen lainnya. Konvergensi pemasaran dan PR menciptakan semua peluang baru bagi merek untuk membangun otoritas dan menumbuhkan bisnis sepanjang pesaing masih berkutat pada pekerjaan terkotak-kotak dalam silo departemen mereka.
Jadi bagaimana PR bekerja dalam situasi seperti ini? Dalam era media baru, ada keyakinan yang muncul bahwa untuk menonjol Anda harus juga “mengganggu”. Bila tidak, Anda yang akan diganggu. Tetapi, Anda seharusnya tidak mengganggu demi gangguan itu sendiri. Pastikan Anda tetap otentik, asli dan Anda memiliki relevansi merek. Perlu diingat bahwa apa yang mengganggu saat ini, besok menjadi biasa.
Memilih media terkait dengan siapa yang diharapkan membaca atau terpapar informasi yang ingin disampaikan perusahaan kepada public. Dalam marketingada sejumlah kriteria misalnya, target haruslah kompatibel dengan tujuan dan citra organisasi. Target juga memberi peluang untuk dijangkau dengan kemampuan sumber daya yang ada. Selain itu, target harus menawarkan potensi keuntungan yang menarik, seperti ukuran, pertumbuhan, profitabilitas, skala ekonomi dan risiko rendah.
Memahami dunia melalui lensa dari jobs-to-be-done memberi kita wawasan yang luar biasa ke dalam perilaku orang. Praktisi public relations sudah mengetahui banyak hal tentang disruptive. Internet dan media sosial telah mengubah paradigm dan cara kerja profesi PR. Namun, bekerja di bidang PR hari ini sungguh menyenangkan tapi butuh penyegaran, menantang dan jauh lebih menarik karena perubahan lanskap media dan audiensnya.
Fenomena David juga bisa dijumpai di ruang tunggu dokter misalnya. Saat duduk di ruang tunggu, dalam pikiran sang pasien ada pesan, "Saya punya 10 menit untuk membunuh waktu tunggu saya. Bantu saya mengisi waktu kosong ini.” Secara tradisional, manajemen klinik membantu pasien dengan menyediakan majalah di ruang tunggu.
Namun, saat ini, banyak pasien mencari kesibukan dengan menggunakan smartphone atau iPad yang memungkinkan mereka untuk menangani email dan membaca artikel dari website yang menurut mereka menarik.
Sebelum smartphone, majalah pilihan populer karena bis amembunuh kejenuhan.
Jika pasien tidak membaca atau kebagian majalah yang tersedia terbatas, mereka duduk bengong karena tidak bisa melakukan apa-apa. Sekarang, dengan smartphone, mereka bisa chattingan. Namun itu hanya terjadi pada sebagian orang. Sebagian lainnya ingin tetap update informasi.
"Saya memiliki 10 menit untuk cadangan. Bantu saya isi dengan sesuatu yang menarik atau menghibur" itu pikiran yang muncul pada David saat keluar rumah dalam perjalanan menuju stasiun kereta. Dia selesai membaca artikel New Yorker, sayangnya Twitter bukanlah pilihan utama karena ada daerah-daerah tertentu yang tidak memiliki sinyal, termasuk di bawah tanah. Jadi kenapa penyedia jasa commuter laine tidak menyediakan akses internet?