Selama Pandemi, terutama saat bulan Ramadhan kemarin, banyak perusahaan yang melakukan isiniatif kegiatan corporate social responsibility. Yang sering muncul dalam pikiran ketika melihat perusahaan melakukan insisiatif itu, apakah itu efektif untuk membangun reputasi?
Seringkali kegiatan dan komunikasi tentang corporate social responsibility dilihat sebagian public dengan sikap sinis. Diperlukan komunikasi yang efektif sehingga inisiatif CSR memberikan kontribusi saling menguntungkan.
Ketika komunikasi CSR tidak efektif – dan biasanya ini terjadi ketika perusahaan hanya menginformasikan kegiatan CSR perusahaan tanpa menunjukkan manfaat hanya yang dirasakan target kegiatan CSR, pemangku kepentingan melihatnya sebagai suatu kemunafikan (Wagner, Lutz, & Weitz, 2009).
Lalu bagaimana cara miminimalkan sikap skeptisisme terhadap insiatif CSR yan dilakukan perushaan? Hua Jiang, Ph.D -- associate professor di S.I. Newhouse School of Public Communications Syracuse University – menyarankan, ketika perusahaan, pertama, perusahaan harus mengkomunikasikan inisitatif CSR-nya. Kedua, ketika mengkomunikasikan inisiatifnya, perusahaan harus menampilkan dan menonjolkan kehadirannya, relevansi pribadi, transparansi, konsistensi, dan informasi berdasarkan fakta.
Literatur-literatur tentang CSR sebelumnya sebagian besar berfokus pada cara pemangku kepentingan eksternal menanggapi atau terlibat dalam inisiatif CSR perusahaan. Namun, tulisan-tulisan itu mengabaikan kebutuhan komunikasi CSR yang efektif dengan karyawan (He, Zhu, & Zheng, 2014).
Padahal, agar komunikasi CSR efektif, keterlibatan karyawan melalui CSR berkontribusi pada persepsi karyawan tentang reputasi sebagai perusahaan yangbaik (Ali, Rehman, Ali, Yousaf, & Zia, 2010). Dalam mengkomunikasikan insiatif CSR, karyawan dapat secara sukarela berbagi informasi CSR di media sosial, yang pada akhirnya akan membantu meningkatkan reputasi pemberi kerja mereka di pasar (Kim & Rhee, 2011).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jiang, terhadap 811 karyawan, ditemukan;
(1) Ketika karyawan menganggap komunikasi CSR organisasi mereka sangat efektif (yaitu, dengan tingkat keinformatifan yang tinggi, relevansi pribadi, transparansi, konsistensi, dan nada faktual dalam komunikasi CSR), kecenderungan menganggap perilaku organisasi mereka munafik, berkurang;
(2) semakin rendah anggapan kemunafikan perusahaan, semakin tinggi kecenderungan mereka memikirkan reputasi organisasi mereka;
(3) komunikasi CSR yang efektif menghasilkan reputasi perusahaan yang positif yang dirasakan oleh karyawan.
(4) kemunafikan perusahaan sebagian memediasi hubungan antara komunikasi CSR dan reputasi;
(5) ketika komunikasi CSR yang efektif hadir, karyawan lebih cenderung terlibat di media sosial untuk berbagi inisiatif CSR organisasi mereka, dan secara fisik, emosional, dan kognitif terlibat dalam aktivitas CSR organisasi mereka;
(6) keterlibatan media sosial karyawan dan keterlibatan CSR...