Ini Manfaat dari Inisiatif Revitalisasi Penanaman Kakao di Papua

MIX.co.id - Kabupaten Jayapura, Papua, merupakan daerah pertama yang berhasil menerapkan TAKE (Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi). Transfer anggaran ini berhasil merevitalisasi penanaman kakao yang dijalankan oleh badan usaha milik kampung, salah satunya di Kampung Imsar.

TAKE adalah bagian tiga skema dari Transfer Fiskal Berbasis Ekologi, yang merupakan salah satu inisiatif untuk memperkuat implementasi pembangunan rendah karbon di Indonesia. Adapun dua skema lainnya selain TAKE adalah Transfer Anggaran Nasional Berbasis Ekologi (TANE) dan Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi (TAPE).

Diungkapkan Kepala Kampung Imsar Kabupaten Jayapura Oskar Giay, usaha penanaman kakao sudah ada sejak tahun 1950. Namun, pada 2010, usaha tersebut ditinggalkan oleh warga karena adanya hama yang membuat perkebunan kakao menjadi terbengkalai.

“Tahun 2018, kakao mulai ditanam lagi melalui revitalisasi dari dinas perkebunan tanaman pangan Kabupaten Jayapura. Pemerintah kampung mendampingi kerja-kerja petani kakao memberi dukungan dalam bentuk dana sesuai petunjuk dari tingkat kabupaten agar masyarakat menanam kakao,” cerita Oskar, dalam acara Webinar Katadata ‘Sustainable Commodity Development in Papua’, pada Oktober ini.

Pemerintah kampung memasukkan program pengembangan coklat ke dalam program pemerintah lima tahun ke depan serta program kampung ekonomi hijau dalam RPJM Kampung dengan kakao sebagai produk unggulan. The Asia Foundation (TAF) dan Perkumpulan Terbatas Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat (PT PPMA) berperan dalam melakukan pendampingan produksi, sedangkan Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam) bekerja sama dengan petani dalam menyalurkan hasil panen.

“Berkat revitalisasi tersebut, masyarakat dapat memanen 5-10 kg per hari sekaligus meningkatkan pendapatan para petani kakao. Tak hanya sebagai komoditas, kakao juga diolah menjadi produk olahan turunan kakao. Dengan bantuan Perusahaan Inkubator Perkumpulan Usaha Kecil (PUPUK), kakao diolah menjadi coklat batangan yang bisa dikonsumsi langsung dengan merek Coklat Cendrawasih,” lanjutnya.

Kendati saat ini kakao dapat berkontribusi besar dalam perekonomian kampung, dituturkan Direktur Eksekutif PT PPMA Naomi Marasian, tantangan yang dihadapi dalam meyakinkan warga adalah untuk menanam kakao Kembali setelah terbengkalai. Menurutnya, masyarakat berpikir bahwa kakao tidak bisa terus diandalkan untuk menunjang perekonomian mereka.

“Dinas Perkebunan, Balai Benih mengadakan berbagai kegiatan penanganan hama dan revitalisasi kakao bersama TAF mendampingi persoalan hama, beberapa tanaman pembibitan direvitalisasi, dan di tahun 2019 kebun sudah dipulihkan sehingga masyarakat kembali ke kebun kakao mereka,” urai Naomi.

Tak hanya PT PPMA, TAF juga banyak berkontribusi bagi revitalisasi kakao di kabupaten Jayapura. Dikatakan Deputy Director Environmental Government Unit TAF Alam Surya Putra, pihaknya membantu memperkuat akses pasar kakao dan bekerja sama dengan berbagai lembaga dan offtaker, seperti koperasi dan produsen pengelola produk coklat, sehingga menjadi komoditas yang bisa diandalkan oleh masyarakat.

“TAF ingin mendorong RPJM Kampung Ekonomi Hijau agar pemerintah desa memikirkan program di tingkat kampung untuk menjaga lingkungan dan meningkatkan perekonomian. Keberhasilan tata kelola kampung mengembangkan skema sendiri, dapat memperkuat kompetisi antar kampung untuk memperkuat ekonomi sekaligus menjaga hutan,” yakin Alam.

Pengembangan kakao di kampung Imsar tersebut tak lepas dari kontribusi pemerintah Kabupaten Jayapura. Bupati Jayapura menjelaskan bahwa selama ini pihaknya berperan dalam mendampingi masyarakat secara partisipatif dan memberikan dana kampung yang dialokasikan untuk kebun kakao. Ia juga menambahkan bahwa berbagai pihak turut andil dalam meningkatkan perekonomian berbasis coklat sekaligus menjaga kelestarian hutan. “Ada gugus tugas masyarakat adat, terdiri dari CSO di dalam dan luar papua, pemerintah Kabupaten Jayapura, akademisi, Badan Pertahanan Nasional Kabupaten, dan masyarakat adat,” ucap Mathius dalam Webinar Katadata.

Melalui pengembangan kakao tersebut, pemerintah kabupaten memberikan hak sepenuhnya bagi masyarakat adat agar mengelola lahan mereka dan tidak dijual ke pihak lain selain untuk kepentingan umum seperti fasilitas kesehatan, rumah ibadah, maupun pembangunan jalan. “Kami mendorong masyarakat agar bisa menjaga kelestarian lingkungan dan menguntungkan bagi masyarakat adat agar tidak dimonopoli dengan pihak luar,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)