MIX.co.id - Merujuk data UNHCR, tak kurang dari 14.000 orang pengungsi dari luar negeri teregistrasi berada di Indonesia. Para pengungsi tersebut tersebar di beberapa titik seluruh Indonesia. Adapun faktor utama yang mendorong para pengungsi meninggalkan negaranya adalah perang, persekusi terhadap etnis tertentu, dan konflik horizontal.
Sementara itu, tujuan utama para pengungsi untuk meninggalkan negara asalnya adalah untuk mencari keselamatan, keamanan, perlindungan, dan kehidupan yang layak, khususnya bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak.
Sayangnya, para pengungsi yang memilih Indonesia sebagai negara transit atau wilayah pengungsian, masih menghadapi kendala. Beberapa hak-hak dasar seperti mendapatkan pendidikan, mengakses kesehatan, dan bekerja, masih belum bisa didapatkan oleh para pengungsi dari luar.
Bahkan, para pengungsi dilarang meninggalkan tempat penampungan, yang sejatinya itu merupakan hak untuk mobilitas (freedom of movement). Kondisi ini bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan justru menimbulkan masalah kemanusiaan baru.
Oleh karena itu, Yayasan Geutanyoe mencoba mencari solusi atas masalah para pengungsi dari luar tersebut. Diungkapkan Nasruddin, Koordinator Kemanusiaan of Yayasan Geutanyoe, pada acara Media Briefing yang digelar di Jakarta, hari ini (3/6), “Yayasan Geutanyoe berbasis di Aceh. Kami memiliki beberapa kantor di Indonesia, antara lain di Jakarta, Pekanbaru, Medan, dan Aceh. Bahkan, kami juga punya kantor di Malaysia. Tak hanya program untuk pengungsi Rohingya, kami juga menggelar program vaksinasi dengan bekerja sama dengan pemerintah Aceh."
Lebih jauh ia menerangkan, sejak 2009, Yayasan Geutanyoe telah melakukan bantuan kemanusiaan untuk para pengungsi Rohingya. “Sejak 2009 hingga 2020 ada lebih dari 2.500 pengungsi dari Rohingya. Angka itu belum termasuk pengungsi dari Banglades dan Somalia,” lanjutnya.
Guna membantu para pengungsi, dikatakan Nasruddin, sejumlah inisiatif telah dilakukan Yayasan Geutanyoe. Antara lain, memberikan pendidikan dan dukungan psikososial bagi para pengungsi serta kelompok rentan yang membutuhkan, termasuk memberikan bantuan jejaring ikan hingga bibit sayur-sayuran untuk mereka tanam dan konsumsi.
“Selain itu, hasil kerajinan para pengungsi pun dibantu dikerjasamakan dengan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Kami juga membantu mereka untuk belajar bahasa Inggris. Tentu saja, kami juga melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk membantu para pengungsi ini,” urainya.
Sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, sejatinya pemerintah Indonesia harus melihat masalah pengungsi dalam kerangka kemanusiaan, alih-alih menggunakan kacamata hukum formal.
"Pertama, pengungsi yang datang sering kali dalam kondisi yang buruk dan memprihatinkan. Bagi pengungsi Rohingya, untuk berhasil keluar dengan selamat dari negara asalnya sudah menjadi sebuah pencapaian," cerita Affan Ramli, Riset Koordinator of Yayasan Geutanyoe.
Masih menurut Affan, memperoleh dokumen keimigrasian yang lengkap merupakan hal yang tidak mungkin dipenuhi. Dengan sendirinya mereka menjadi undocumented immigrant.
Kedua, para pengungsi membutuhkan akses terhadap kesehatan dan...