Super Indo Berhasil Kurangi 55% Sampah Organik Melalui Inisiatif #ZerotoLandfill

Indonesia diperkirakan menghasilkan 66-67 juta ton sampah pada 2019. Komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, yakni mencapai 60%. Sisanya, diikuti oleh sampah plastik sebesar 15% dan sampah lainnya seperti kertas, karet, logam, kain, kaca, serta jenis sampah Iainnya. Demikian data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

Fakta itu mendorong seluruh elemen, termasuk perusahaan, untuk berpartisipasi dalam mengurangi sampah. Antara lain, dengan mengolah kembali sampah hingga menjadi produk bernilai jual. Super Indo sebagai ritel yang memiliki komitmen dalam pengelolaan sampah, berinisiatif menggelar program #ZerotoLandfill.

Dijelaskan Johan Boeljenga, Chief Executive Officer Super lndo, program tersebut dikhususkan untuk manajemen sampah organik yang bisa memberikan nilai dan manfaat bagi masyarakat. "Dalam rangkaian program ini, kami juga melakukan penandatangan kerja sama dengan para mitra pengelola sampah, yaitu FoodBank of Indonesia, Magalarva, dan Delta Hijau Abadi," ucapnya pada hari ini (28/2) di Jakarta.

Lebih lanjut ia menegaskan, Super Indo memang lebih memprioritaskan pengelolaan sampah organik. Mengingat, dalam satu hari, setiap gerai Super Indo menghasilkan minimal 60 kg sampah organik--di luar dari sampah minyak goreng bekas. Adapun tiga jenis sampah organik yang paling banyak dihasilkan dalam kegiatan operasional Super Indo, yaitu sampah buah, sayur, daging, ikan, minyak goreng bekas, dan produk makanan minuman yang masih baik namun tidak dapat dijual.

"Ada dua prioritas utama kami dalam mengelola sampah organik yang dihasilkan Super Indo. Pertama mengolah sampah organik menjadi produk bernilai. Kedua, memanfaatkannya dalam kegiatan sosial untuk masyarakat. Prioritas pengelolaan sampah organik ini sudah kami lakukan sejak 2016," tuturnya.

Ditambahkan D. Yuvlinda Susanta, Head of Corporate Affairs & Sustainability Super lndo, dalam bisnis supermarket grocery, sampah organik biasanya dipandang sebagai sampah tanpa nilai sama sekali dan hanya Iangsung dibuang ke tempat pembuangan sampah atau TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

"Super lndo dulu memiliki pemikiran yang sama, tetapi sekarang kami percaya bahwa sampah organik tidak boleh dilihat sebagai sumber pencemaran Iingkungan yang harus segera dibuang ke TPA atau dibakar di insinerator. Sebab, langkah itu dapat menyebabkan masalah polusi Iainnya. Sebaliknya, sampah organik harus dikelola agar bermanfaat dan berguna," ujar Yuvlinda.

Pengelolaan beberapa sampah yang dijalankan Super lndo bersama mitra Magalarva dan Delta Hijau Abadi, lanjut Yuvlinda, telah menghasilkan produk-produk yang bernilai ekonomis karena menggunakan konsep circular economy. "Sedangkan yang bersama FoodBank of Indonesia, konsep yang diusung adalah pemanfaat makanan untuk membantu masyarakat prasejahtera dan korban bencana," ujarnya yang menyebutkan bahwa dengan inisiatif ini Super Indo berhasil mengurangi lebih dari 55% sampah yang harus berakhir ke TPA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)