Era digital mendobrak batas ritel dengan personalisasi, menjanjikan kenaikan konversi hingga 15% dan kepuasan pelanggan 20%. PetSmart dan sektor kecantikan memimpin dengan inovasi yang berpusat pada pelanggan.
.
.
Perilaku konsumen yang semakin menginginkan pengalaman personalisasi, baik melalui aplikasi, situs web, maupun di toko fisik, telah menjadi salah satu tren dominan di era digital saat ini. Kecenderungan ini, seperti yang diungkapkan Shopify, ternyata membawa angin segar bagi para pengecer.
Pengalaman personalisasi adalah pendekatan interaksi yang disesuaikan berdasarkan preferensi, perilaku, dan data historis individu untuk menyajikan konten, produk, atau layanan yang relevan dan unik bagi setiap konsumen.
Program-program personalisasi diklaim dapat meningkatkan tingkat konversi hingga 15% dan tingkat kepuasan pelanggan hingga 20%. Ini membuktikan bahwa pendekatan personal dapat memberikan manfaat signifikan bagi merek.
PetSmart, sebagai contoh, mengalami peningkatan jumlah keanggotaan program loyalitas Treats Rewards mereka secara signifikan sejak diluncurkan pada tahun 2018, dengan pertumbuhan angka dua digit bahkan tiga digit setiap tahunnya. Pada tahun 2022, aktivasi tawaran untuk anggota Treats mencatatkan kenaikan hampir 150% dibandingkan tahun 2021, menandai salah satu pencapaian terbesar dalam sejarah perusahaan yang telah berdiri selama 37 tahun dengan mencapai 60 juta anggota.
PetSmart adalah perusahaan ritel Amerika yang menyediakan produk dan layanan untuk hewan peliharaan, termasuk makanan, aksesoris, grooming, dan adopsi. Didirikan pada tahun 1986, merupakan salah satu jaringan toko hewan peliharaan terbesar di Amerika Utara.
Keberhasilan ini, menurut Bradley Breuer -- VP pemasaran, loyalitas, personalisasi, dan manajemen hubungan pelanggan PetSmart -- tidak terlepas dari upaya PetSmart untuk bereksperimen, berinovasi, dan menyediakan sesuatu yang menarik bagi para "orang tua" hewan peliharaan.
Namun, bukan hanya sektor perawatan hewan peliharaan yang menikmati manfaat personalisasi. Ritel kecantikan saat ini juga berlomba-lomba menyajikan personalisasi kepada konsumen, sekaligus mengintegrasikan teknologi ke dalam penawaran mereka, menanggapi preferensi konsumen muda yang cenderung teknologi-sentris.
Dari sebuah laporan oleh Bolt bersama YouGov, ditemukan bahwa hampir setengah dari pembeli, atau 43%, lebih memilih untuk mencocokkan warna alas bedak melalui AI secara online daripada melakukan tes langsung di toko. Lebih lanjut, 62% di antaranya lebih cenderung membeli produk jika mereka dapat menggunakan teknologi kecantikan untuk menemukan nuansa atau formula yang tepat.
Hasil ini tidak hanya menguntungkan bagi pengecer kecantikan. Estee Lauder, misalnya, mencatat tingkat konversi 2,5 kali lebih tinggi dari pembeli yang menggunakan alat try-on virtual mereka. Sementara itu, kemitraan Neutrogena dengan Nourish menghasilkan suplemen kulit cetak 3D, memungkinkan perawatan kulit yang dipersonalisasi hanya dengan sebuah foto.
Data dari Bolt juga mengungkapkan bahwa lebih dari setengah, atau 58%, konsumen bersedia membayar 10% lebih mahal untuk produk kecantikan jika disertai dengan pengalaman belanja online yang dipersonalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa personalisasi tidak hanya meningkatkan keterlibatan dan loyalitas pelanggan, tetapi juga kesediaan mereka untuk mengeluarkan lebih banyak uang.
Saat ini, pengalaman belanja yang dipersonalisasi bukan lagi pilihan tetapi keharusan dalam strategi bisnis ritel. Tantangan yang dihadapi bukan hanya seberapa jauh teknologi dapat diintegrasikan untuk menciptakan pengalaman semacam itu, tetapi bagaimana merek dapat terus inovatif dalam memahami dan memenuhi ekspektasi konsumen yang terus berubah.
Ini menuntut pemahaman yang lebih dalam tentang data pelanggan dan penggunaan cerdas dari analitik untuk memastikan bahwa setiap interaksi dengan konsumen bersifat relevan, tepat waktu, dan tentu saja, personal.