Beberapa Senin lalu, dalam diskusi di kelas Marcomm LSPR, seorang mahasiswa bertanya, siapakah pesaing GoFood? Seorang mahasiswa lainnya menjawab, pesaingnya bukan bisnis antaran serupa seperti Uber (kalau ada) atau yang lainnya.
Kenapa? Mahasiswa tadi mengatakan bahwa ada beberapa taktik dalam menentukan siapa pesaing suatu merek atau usaha. Perusahaan dapat melihat pesaingnya dari sudut pandang industri. Jadi kalau GoFood memposisikan dirinya sebagai pelaku bisnis antaran makanan, maka pesaingnya bisa jadi Porter.id, GrabFood, UberEats, atau food delivery provider lainnya. Contoh lainnya seperti CocaCola yang melihat Pepsi sebagai pesaingnya.
Namun ada pula perusahaan yang menentukan pesaingnya dari sudut pandang pasar. Dalam contoh Coca Cola, kenapa pelanggan membutuhkan Coca Cola, penganut sudut pandang pasar melihat bahwa sebenarnya pelanggan mengonsumsi Coca Cola adalah untuk “menghilangkan” dahaga. Karena itu pesaingnya adalah minuman teh, atau air minum biasa lainnya.
Dulu semasih Teh Botol berjaya, saya pernah melakukan penelitian kecil-kecilan dengan menanyai beberapa teman yang saat itu makan bersama di salah satu restoran siap saja. Saya perhatikan, hampir semua menyebut Teh Botol sebagai minumannya. Ketika saya tanya, apa yang Anda pesan kalau Teh Botol tidak tersedia? Pilihan mereka adalah Aqua.
Bila melihat pesaing dari sudut pandang pasar, siapa sebenarnya pesaing GoFood, Grab Food atau yang lainnya? Niklas Östberg, seorang Swedia berusia 35 tahun yang energik, adalah CEO dan salah satu pendiri Delivery Hero. Berbasis di Berlin dan dibiayai dengan modal ventura, perusahaan ini membangun platform online yang menghubungkan restoran dengan pelanggan yang kelaparan. Delivery Hero berkembang dan beroperasi di 33 pasar di lima benua, memproses 14 juta pesanan take-out setiap bulan dan menawarkan rekomendasi pelanggan, serta ulasan untuk restoran.
Delivery Hero adalah kisah sukses bisnis start up lainnya, seperti SoundCloud, yang lahir di Berlin yang dikenal sebagai kota dengan biaya hidup itu murah. Seseorang bisa mendapatkan pizza dengan topping yang Anda inginkan seharga 3 Euro. Delivery Hero (DH) didirikan pada tahun 2011, tepat setelah resesi ekonomi mencapai titik terendah. Menurut Bodo von Braunmühl, juru bicara, DH memiliki jaringan lebih dari 200 ribu restoran sehingga makanan yang Anda sukai, atau di negara manapun Anda kebetulan berada, mereka dapat membantu Anda.
Dengan valuasi $ 3 miliar, Delivery Hero merupakan satu dari sekitar 170 "unicorn" (start-up dengan valuasi di atas $ 1 miliar). Mengingat jumlah perusahaan baru yang jatuh ketika gelembung teknologi turn-of-the-century meledak, banyak eksekutif dan investor memiliki pandangan skeptis terhadap fenomena unicorn. Namun Delivery Hero memang berbeda. Delivery Hero tampil sebagai sebagai "pengganggu industri restoran yang tidak efisien."
Delivery Hero (DH) mempertemukan pengguna platform atau orang-orang yang kelaparan dan restoran bertemu. Platform onlinenya memungkinkan DH memetakan pengguna restoran di sekitar mereka. Pengguna tertarik ke platform dan terus menggunakannya karena membantu mereka mengidentifikasi restoran mana yang tersedia dan yang bagus. Ini juga menawarkan kemudahan karena mereka dapat membayar secara online, melihat dan mengevaluasi pesanan sebelumnya, dan memberikan gambaran tentang penhematan yang telah mereka lakukan.
Model ini juga memberikan manfaat restoran karena DH berhasil meningkatkan pesanan restoran. Karena itu banyak restoran ingin berada di platform DH yang mengenakan biaya untuk mentransmisikan pesanan. Jika ada restoran yang memutuskan tidak lagi ingin berada di platform DH, pelanggan bisa memesan dari restoran lain. Semuanya otomatis dan online.
Siapa pesaing DH? Just Eat, pebisnis serupa, yang berkembang di Inggris dan memiliki lebih dari 40 ribu restoran, tidak dianggap sebagai pesaing DH. Menurut Östberg, pasar yang mereka bidik adalah orang-orang yang tidak suka atau tidak memiliki waktu untuk memasak. Disini termasuk rumah tangga kecil yang mungkin tidak efisien bila harus memasak sendiri.
Segmen rumah tangga yang tidak memasak sendiri ini semakin besar bila mereka mendapatkan makanan sehat, lebih murah, lebih lengkap, dan atau lebih lainnya, saat mereka menginginkannya. Sebagian besar orang yang tidak memasak dan membeli makanan dari luar masih memesan makanan dengan mengangkat telepon dan menelepon. Jadi menurut Östberg, pesaing terbesar mereka adalah telepon.
Lima puluh tiga tahun yang lalu, Harvard Business...