“Regulasi di sana pada umumnya juga masih sangat longgar, tidak seketat di negara-negara maju,” imbuhnya. Adapun tantangan yang dihadapi berupa sistem pembayaran dan perbankan yang masih perlu penyesuaian, networking yang masih sangat sedikit—atau bahkan belum ada networking, serta sistem bisnis, budaya dan tradisi yang sedang berkembang, hingga masih perlu penyesuaian.
KML tumbuh besar dari tahun ke tahun dan melakukan ekspansi dari pabrik pertama di Tuban. Pada 1998, KML mulai mengolah produk ikan beku (fish frozen) di Gresik, Makasar, Kendari. Total produksi fish frozen ini mencapai lebih dari 35 ribu ton per tahun. Lalu pada tahun 2005 mereka mulai masuk industri ikan olahan (Surimi) melalui pabriknya di Semarang, Lamongan dan Rembang. Dalam setahun kapasitas pabrik mereka mencapai lebih dari 25 ribu ton per tahun.
Total dalam setahun Group KML mampu menghasilkan produk olahan hasil laut lebih dari 70 ribu ton yang dieskpor ke lebih dari 30 negara di seluruh dunia (mulai dari USA, Canada, Eropa, Rusia, Jepang, China, Taiwan, Korea, Australia, Timur Tengah, Asia Tenggara, New Zaeland dan Afrika).
Nadjikh, pemilik KML, memetakan segmentasi produk dengan cermat. Setiap pabrik yang berada di 46 lokasi, memiliki segmentasinya masing-masing. Ada pabrik pengolahan ikan yang dikhususkan untuk pasar Eropa dan Amerika yang menuntut standar kualitas tinggi, ada yang untuk pasar Cina dan Asia yang sensitif harga.
Pertumbuhan PT KML tergolong sangat cepat. Melalui pola experiential marketing, yaitu dengan mengajak calon pelanggan untuk melihat dan merasakan langsung produk serta pabrik-pabrik cold storage PT KML, KML berhasil menggaet banyak pelanggan baru yang membuat perusahaan berkembang sangat cepat. Melalui strategi tersebut, pelanggan menjadi tahu persis serta mendapatkan pengalaman langsung benefit dan keunggulan yang ditawarkan oleh PT KML.