Pekan lalu, saya ditanya mahasiswa tentang iklan yang diulang-ulang yang pernah marak. "Menyebalkan!" kata mahasiswa tadi. Tapi, jangan meremehkan. Katanya target marketer menanamkan brand awareness tercapai.
Anda mungkin masih ingat iklan ini. “Batuk penonton? Minum OBH Combhi ha.!” Cuma dalam hitungan detik, laki-laki botak gemuk dan sipit itu tampil di layar kaca mengulang kata-katanya sampai tiga kali dalam iklan obat batuk OBH Combhi . Atau “Kacang kulit rasa, Oks banget!” kata cewek muda bergaya sensual sambil merem melek dalam iklan kacang Garuda. Itu juga diulang tiga kali dalam lima belas detik. Iklan Wafer Tanggo versi dua anak kembar juga begitu. “Berapa lapis? Ratusan!” dalam tempo singat ditayang ulang tiga kali.
Lima tahun lalu, ada tayangan iklan Tory Cheese Cracker yang juga diulang-ulang. Kreatifnya standar saja dan mencoba memaksakan memasukkan pesan kepada konsumen dengan cara menyebutkan merek secara berulang ulang. Maret 2015 lalu, saat mempromosikan Breakfast Wrap, McDonald's juga me-repeat iklannya.
McDonald's beralasan bahwa selama itu orang lebih tahu menu breakfast McDonald's adalah Muffin. Dengan produk baru ini, McDonald's menawarkan menu alternatif dari menu sarapan itu bagi orang yang tidak mau sarapan karena keterbatasan waktu. Sehingga orang bisa mampir ke outlet McDonald, beli dan langsung dibawa ke kantor.
Lalu apa reaksi kita pada iklan seperti itu? Sebel atau suka? Yang jelas saya yakin masih akan berderet iklan yang di-repeat dalam tempo pendek saat Ramadhan. Coba nanti simak pada detik-detik akhir menjelang berbuka puasa, atau pada saat ceramah agama akan dimulai. Beberapa iklan akan memanfaatkan tempo sesingkat itu dengan mengulang tayang potongan iklan.
Itu menunjukkan bahwa me-repeat iklan sebenarnya bukan kebiasaan baru. Dari dulu pun sudah biasa dilakukan. Kalau kelihatannya akhir-akhir ada yang melakukannya, mungkin karena yang dulu sukses lalu diikuti yang lainnya. Di samping itu, berkembangnya trik ini sejalan dengan masih berkembangnya paham tentang kekuatan key word dalam beriklan.
Sejak beberapa tahun lalu, iklan-iklan yang memanfaatkan kekuatan key word terbukti cepat populer dan dianggap berhasil mendorong pertumbuhan brand awareness sebagai salah satu hal yang dibidik dalam kegiatan beriklan. Masalahnya kemudian, apakah trik mengulang iklan atau istilah lain back to back itu efektif? Atau sukses untuk mendorong peningkatan sales produk?
Pengalaman serupa dialami Wafer Tanggo. Trik repeat sengaja dilakukan iklan Wafer Tanggo untuk mem-brain wash benak konsumen. Tindakan itu dipandang perlu, mengingat saat ini persaingan pasar bagi produk makanan jenis biskuit sangat ketat, sehingga konsumen perlu diingatkan terus tentang Wafer Tanggo. Sebuah sumber menyebutkan, dalam kurun tiga bulan pertama iklan ditayangkan, terjadi kenaikan volume penjualan Wafer Tanggo sampai 20 persen.
Jadi dengan kata lain, me-repeat iklan pada dasarnya merupakan langkah cost efisiency yang perlu dilakukan pada saat nilai iklan di televisi relatif tambah mahal. Nilai biaya iklan dapat dirasakan tinggi karena semakin banyaknya iklan yang ditayangkan di samping semakin banyak produk baru bermunculan dan krisis ekonomi yang masih berlanjut. Dalam rimba persaingan yang semakin lebat itulah diperlukan trik-trik khusus agar pertempuran merebut market share dapat dimenangkan. Pada kasus Wafer Tanggo langkah remainding brand dengan tik repeat iklan, dianggap berhasil meningkatkan share of voice yang berperan berperan penting meningkatkan brand purchasing.
Me-repeat iklan memang dalam rangka melakukan efisiensi biaya. Mereka nggak mau rugi dan benar-benar memanfaatkan waktu tayang iklan yang 15 detik. Atau mereka benar-benar memanfaatkan tayangan iklan yang cuma 5 detik sebagai bumper in bumper out. Dalam hal ini biaya menjadi faktor yang betul-betul diperhitungkan pengiklan.
Tetapi, repeat iklan berisiko merugikan pengiklan. Brand awareness mungkin bisa dicapai dengan trik repeat iklan karena brand terus menerus diremainding, tetapi apakah remainding yang diperoleh dengan cara seperti itu akan produktif. Impact-nya bisa nggak bagus.
Ada kesan pengiklan telah melakukan proses pembangunan brand awareness yang sangat memaksa. Cara seperti itu terlalu memaksa konsumen untuk mengingat brand, masalahnya kemudian apakah konsumen jadi senang atau malah rengang. Dikhawatirkan pemaksaan seperti itu akan mempengaruhi citra brand menjadi buruk. Terutama di segmen masyarakat tertentu yang tidak bisa lagi mengapresiasi iklan seperti itu.
Karena itu beberapa kearitf iklan jarang yang merekomendasikannya....