Kenapa Sesuatu yang Disruptif itu Tidak selalu Berhasil?

Tahun 1990, TAG Heuer membuat jam olahraga yang luar biasa sehingga ingin masuk ke lingkaran elit, jam tangan prestisius. Bekerjasama dengan biro iklan, perusahaan mengidentifikasi beberapa varian jam TAG Heuer yang bisa mendukung pertumbuhan penjualan dan meningkatkan keuntungan. Ini berarti mereka harus menemukan sebuah visi baru tentang kemewahan yang bisa memunculkan arti dan melakukan kegiatan berdasarkan visi tersebut di dalam semua aktivitas pemasaran: iklan, sponsorship, hubungan masyarakat, dan sebagainya.

Anggapan umum yang menghambat gerakan ini adalah bahwa arloji olahraga, betapapun bagusnya, bukanlah jam mewah. Untuk mengubah persepsi ini, TAG harus berjuang menunjukkan alasan bahwa jam tangan juga bisa mewah. Ini dianggap sebagai gagasan yang disruptif karena dinilai mengubah gagasan yang berkembang saat itu.

Visi baru yang ingin dibangun TAG adalah bahwa prestise bukanlah cerminan sederhana dari daya beli seseorang, namun lebih merupakan simbol kekuatan mental seseorang. Disini TAG harus membuktikan kepada konsumen bahwa kemewahan dapat didefinisikan secara berbeda. Disinilah letak kekuatan pikiran yang membuat perbedaan.

Kampanye 'Success Is a Mind Game' TAG Heuer menggunakan gagasan kekuatan mental untuk menjembatani kesenjangan antara dunia olahraga dan kemewahan. Dalam iklan televisinya dan majalah, ditunjukkan sikap para atlet yang selalu membayangkan musuh mereka yang hebat – seperti hiu, batang dinamit, pisau cukur, abyss yang tidak biasa - untuk mendorong mereka agar mampu melampaui batas mereka. Intinya: prestise itu bukan lagi tentang daya beli seseorang tapi simbol kekuatan mental seseorang.

Berkat visi baru TAG Heuer yang dikampanyekan melalui iklannya yang disruptif itu, dalam enam tahun, penjualan TAG Heuer meningkat lebih dari 200%. Yang lebih mengesankan lagi, harga jam tangan TAG juga neik rata-rata sebesar 80%.

TAG Heuer membuat berita di tahun 2005, saat Brad Pitt, Uma Thurman dan Juan Pablo Montoya bergabung dengan Tiger Woods, Maria Sharapova, Kimi Raikkonen, Steve McQueen dan Yao Ming sebagai bagian dari Tim Impian Duta Merek TAG Heuer. Ketiga selebriti itu adalah bagian dari kampanye "Apa yang baru saja kamu buat?" yang diproduksi oleh Patrick Demarchelier, fotografer fashion ternama. Hasilnya: sebuah kampanye gaya yang sempurna mewujudkan perpaduan antara olahraga dan gaya hidup glamor yang seperti yang diinginkan TAG Heuer.

Melalui kampanye ini, beberapa perusahaan – termasuk TAG -- mencoba menjauhkan diri dari merek lain dan menargetkan kelompok sasaran tertentu. Rolex membedakan dirinya dengan memasang dan mempertahankan pesan mereknya - keandalan dan kinerja. Patek Philippe menekankan keasliannya dan fakta sebagai warisannya penting. Pesannya adalah bahwa orang-orang membeli arloji adalah untuk generasi berikutnya dan membangun persepsi bahwa produk mereka adalah mahakarya yang menembus batas waktu sehingga pas sebagai barang-barang kolektor. TAG Heuer, sebaliknya menekankan sporty pada jam tangannya.

Sementara daya tarik emosiobal status Rolex misalnya, mudah dipindahkan ke Asia (merek tersebut mewakili status dan prestise di seluruh dunia dan berhasil menjangkau pengguna hingga ke Indonesia), namun gagasan yang menekankan jam tangan sporty seperti yang dilakukan TAG Heuer masih belum bisa diterima masyarakat khususnya di Asia. Atribut sporty dan performa TAG tampil relevan bagi pembeli dan untuk memotivasi konsumen untuk membeli cocok bagi konsumen Eropa. Gagasan ini kemudian diadopsi untuk pasarAsia. TAG Heuer memprakarsai menginisiasi gagasan ini di China dengan kampanye Inner Strength (Kekuatan Batin) yang diluncurkan pada tahun 1998. Kampanye tersebut, walaupun sukses nyata di Eropa, tetapi gagal total di China.

Kenapa? Di Eropa, nilai olahraga bersifat fisik dan mental, sedangkan di China itu murni fisik. Konsumen di Eropa memakai jam tangan olahraga untuk memberi contoh kebugaran fisik atau kekuatan spiritual mereka. Jam tangan olah raga, seperti yang oleh TAG Heuer, sesuai untuk nilai tersebut dan dengan demikian harga premium untuk produk adalah wajar. Namun di China, jam tangan olahraga masih dianggap sebagai sesuatu yang bersifat fungsional dan dianggap sebagai jam tangan santai. Karena itu gagasan membuat jam olahraga premium secara bisnis tidak layak karena konsumen di China merasa tidak layak membayar harga premium untuk sebuah jam tangan olahraga.

Jawaban yang diberikan oleh konsumen China setelah kampanye gagal tersebut misalnya: "Memakai jam tangan olahraga untuk bekerja seperti memakai sandal untuk menghadiri opera", atau "Saya tidak dapat membenarkan membayar RMB 7.000 (US $ 840) untuk jamuan olahraga yang hanya dikenakan saat saya berolahraga".

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)