Ketika Krisis dan Teknologi Merasuki Distribusi

Banyak temuan baru dalam survey kinerja distribusi tahun ini. Nampaknya, krisis global yang berdampak ke perekonomian nasional mengubah paradigma prinsipal terhadap retailer. Kalau tahun tahun lalu kontribusi service level dalam kinerja distribusi bisa dominan, tahun ini berubah. Bila dilihat dari hasil survey kali ini, juara atau kinerja distribusi paling mumpuni umumnya adalah prinsipal yang kinerja brand-nya —ditunjukkan oleh ketersediaan produk yang tinggi dan display serta visibility produk yang mencolok – bagus. Padahal, tahun lalu, lebih beragam.

Indomilk, pemenang pertama di kategori susu bubuk tahan lalu, misalnya, menjadi juara karena kinerja pengelolaan account-nya yang sangat baik. Meski dari sisi kinerja brand, Indomilk jauh di bawah Nestle, Frisian Flag, dan Sari Husada. Tahun ini, Indomilk tersingkir dari daftar juara, baik untuk brand index maupun indeks account management.

Juara tahun ini untuk kategori susu bubuk diraih Nestle melalui Dancow. Dalam survey kali ini, Dancow menduduki peringkat teratas karena brand indexnya sangat tinggi. Jauh mengalahkan Susu Bendera maupun pesaing lainnya. Akan tetapi, dari sisi account management, posisi Nestle tertinggal oleh Susu Bendera.

Seperti diketahui, Penialaian kinerja (performance) distribusi ini dilakukan dengan menggunakan dua indeks, yakni brand index dan acount management index. Brand Index merupakan penilaian pengecer terhadap: ketersediaan barang, sistem pembayaran, produk display, ketersediaan materi promosi di outlet dan intensitas kegitan promosi di tingkat pedagang.

Sedangkan Indeks Account Management mencakup penilaian terhadap salesman sebagai ujung tombak perusahaan untuk melayani pengecer tradisional ini, antara lain: bagaimana layanan (service) salesman terhadap toko, frekuensi kunjungan ke outlet, tanggapan terhadap komplain, pengetahuan salesman terhadap produk yang ditawarkan dan melakukan tugas merchandising (merawat pajangan produk dan memasang promosi materi).

Krisis global membuat daya beli masyarakat turun. Menghadapi penurunan daya beli tersebut, Coca Cola misalnya – seperti dituturkan Pradana Sugarda, Customer and Commercial Leadership Manager PT Coca-Cola Indonesia – memperbaiki kinerja account managementnya. Mereka berusaha keras membidik pembeli impuls. Untuk itu, Coca-Cola berusaha merangsang pembelian-pembelian secara impulsive untuk produk-produk mereka seperti Frestea dan Powered Isotonic. Caranya dengan memperbanyak point of interaction dengan konsumen di dalam toko dan di sekitar toko. “Selain menempatkan lemari pendingin, kami juga menempatkan rak display dan POS material yang menarik di sana,” jelasnya.

Berdasarkan riset Qasa atas distribusi Frestea, kinerja pengelolaan merek dan pengelolaan account produk RTD teh hijau ini di outlet tradisional cukup berimbang sehingga indeks totalnya mencapai urutan tertinggi—dibandingkan kompetitornya yang pada umumnya unggul di salah satu atribut: merek atau account.(Tulisan ini dimuat di Majalah MIX Juni 2009)

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)