Di pasar yang serba teknologi tinggi saat ini, tekanan untuk mendigitalkan iklan dan merchandising semakin tinggi terutama di tingkat grosir dan eceran. Mereka dipaksa untuk berinovasi memanfaatkan peluang tersebut.
Sebagai contoh, The Kroger Co, Cincinnati, sedang menguji teknik penyebaran kupon secara nirkabel yang akan memungkinkan pelanggan mencetak kupon melalui kartu loyalitas pengecer. Pada saat yang sama, tak terhitung pengecer lainnya telah meningkatkan situs Web toko mereka, dan mengambil langkah signifikan dalam mengarahkan pelanggan ke situs tersebut.
Meski demikian, langkah-langkah ritel beradaptasi dengan teknologi yang berkembang, sebuah penelitian terbaru oleh Vertis Communications, Baltimore, Md, menyarankan bahwa iklan cetak sisipan yang bertujuan mendorong konsumen “mencoba” direct mail belum tergantikan oleh teknologi digital tersebut. Bahkan, Vertis Communications menemukan bahwa 47 persen orang dewasa yang disurvei merasa bahwa iklan yang disisipkan mendapat perhatian mereka lebih baik daripada media lainnya.
Di Indonesia, peluang tersebut sebenarnya ada terutama paska kenaikan harga BBM beberapa hari lalu. Sebab di Amerika saja ketika harga bensin naik, pola belanja masyarakat disana berubah. "Kenaikan harga bensin dan pasar perumahan benar-benar mempengaruhi bagaimana konsumen toko," kata Scott Marden, direktur riset pemasaran Vertis Komunikasi, dalam sebuah wawancara. "Konsumen sekarang mengunjungi toko yang menawarkan bundling. Karena itu mereka kini memiliki kebiasaan baru yakni mengumpulkan brosur-brosur retail yang menawarkan harga khusus.”
Degan kata lain, penelitian tersebut mengungkapkan masih berartinya iklan cetak. Sebagai contoh, hampir setengah dari pembeli wanita yang disurvei mengatakan mereka tetap mencari produk dengan harga terendah. Caranya adalah dengan melihat iklan-iklan yang menawarkan harga khusus dan mengumpulkan kupon belanja. Mereka juga makin memperketat rencana belanja untuk menghemat penggunaan bahan bakar melalui pengurangan perjalanan belanja. .
Pria juga dipengaruhi oleh iklan cetak. Studi ini menemukan bahwa jumlah pria berusia 18 sampai 34 yang pernah membaca surat langsung dalam tujuh hari terakhir telah meningkat dari 42 persen pada tahun 2004 menjadi 49 persen pada tahun 2008. Terlebih lagi, 52 persen pria berusia 50 dan lebih tua menunjukkan mereka d membaca sepotong surat langsung dalam tujuh hari terakhir, dibandingkan dengan 41 persen pada tahun 2004.
Dengan bukti kekuatan media cetak di pasar, apakah masih ada permintaan (atau masa depan) untuk iklan digital di toko ritel? Marden mengatakan ya, tapi teknologi tersebut memiliki sangat spesifik (meskipun tumbuh) kelompok sasaran konsumen. "Pesan teks adalah cara yang bagus untuk berbicara dengan segmen tertentu dari basis konsumen - diperkirakan sembilan persen orang dewasa menggunakan teknologi itu," katanya.
Bagaimana dengan Indonesia? Di tengah ketatnya persaingan bisnis periklanan tanah air, media cetak masih menjadi idola alokasi budget iklan yang mencapai ratusan triliun rupiah. Diproyeksi, realisasi kue iklan di media cetak sendiri mencapai Rp 30 triliun pada tahun ini.
Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) DKI Jaya Irfan Ramli mengatakan, komposisi budget iklan media cetak mengambil peran yang sangat signifikan pada industri periklanan. Share-nya mencapai 20 persen dari total budget.
"Realisasi keseluruhan tahun ini paling tidak mencapai Rp 140 triliun hingga Rp 150 triliun," ungkapnya kepada Jawa Pos, di sela acara Citra Pariwara 2014, di hall utama Epiwalk, Rasuna Epicentrum, kawasan Kuningan, Jakarta, kemarin (28/11).
Irfan optimistis pertumbuhan industri periklanan pada tahun depan signifikan. Mengingat, pada 2015 Indonesia memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Sehingga, akan sangat besar peluang berbagai format media memperebutkan porsi budget iklan.
"Khusus untuk media print nasional peluangnya sangat bagus. Yang terpenting tetap menjaga kualitas dan konten medianya," ujar pria yang juga menjadi chairman dari PT Haku Hodo Indonesia, tersebut.
Sementara itu, Citra Pariwara merupakan event akbar insan periklanan yang digelar tahunan sejak 1986. Sehingga, sudah 28 tahun Citra Pariwara menelurkan ribuan penghargaan atas karya seni kreatif periklanan anak negeri. Bahkan, tahun ini dinilai merupakan yang paling besar.
"Karena entry-nya mencapai 1.300 (iklan). Ini rekor!" ungkap Irfan. Jumlah ikut serta tersebut naik 25 persen dibandingkan tahun lalu (year on year/yoy).
Dia memerinci, iklan dengan kategori digital mencatat pertumbuhan terbesar, yakni mencapai 60 persen (yoy) dengan kisaran 200 iklan. Sementara iklan kategori media tumbuh sekitar 40 persen (yoy) sekitar 100 iklan.
Acara meriah yang digelar lebih dari lima jam sejak pukul 17.00 tersebut, dihadiri ratusan pengunjung. Mayoritas dari para insan kreatif periklanan. Beberapa petinggi perusahaan media dan advertising juga tampak hadir.
Seperti Chief Executive Officer AMP Group Indonesia Farid Ganio, Chief Crative Officer Lowe Indonesia Roy Wisnu, Technical Advisor-Creative Leo Burnett Group Indonesia Brian Charles Capel, Creative Director Haku Hodo Lucy Novita, dan Direktur PT Jawa Pos Koran Leak Kustiya.
Ketua Panitia Citra Pariwara D.D. Lulut Asmoro mengatakan, hal terpenting dari acara ini adalah pemilihan jajaran dewan juri. Diharapkan, penilain juri akan obyektif terhadap berbagai kategori penghargaan. "Karena itu ada pula kategori yang no winner. Mungkin karena memang tidak good enough meski sudah masuk finalis," ujar pria yang juga menjadi CEO JWT Jakarta itu.
Lowe Indonesia merupakan salah satu perusahaan periklanan yang menggondol belasan piala Citra Pariwara. Art Director Lowe Indonesia Lucianne Putri mengatakan, butuh waktu panjang untuk mempersiapkan materi iklan yang dilombakan.
Misalnya, untuk iklan kecap Bango saja, membutuhkan waktu setahun. "Kekuatan kami memang di research dan mengenal problem konsumen," ungkap alumnus Desain Komunikasi Visual (DKV) ITB tersebut.
Perempuan 26 tahun itu membeberkan, dalam iklan yang diganjar penghargaan berbagai kategori print craft tersebut, menunjukkan gambar sapi yang terdiri dari 19 mangkuk, yang di atasnya ada berbagai macam olahan masakan dengan kecap. "Mangkuknya betul-betul kami bikin sendiri," jelasnya. Di samping kategori masakan, Lowe juga mendapat kategori di kategori print lainnya, seperti Pure It.