Sebuah laporan belanja iklan terbaru dari admanGo menunjukkan bahwa sejumlah media telah berubah. TV tidak lagi sebagai “pembangkit” seperti dulu, yang mampu menjangkau konsumen. Salah satunya, konsumen wanita, yang notabene merupakan pasar yang seksi. Mengingat, saat ini tak sedikit wanita bekerja dan profesional yang telah mampu menempati posisi penting di dalam perusahaan. Tak mengherankan, jika kini banyak brand yang aktif memburu “dollar” perempuan. Mulai dari brand olahraga, fesyen, hingga alkohol.
Retail online Zalora
Ya, realitas baru telah membalikkan cara wanita dalam mendapatkan brand experience. Kampanye stereotip tentang bagaimana brand menggurui konsumen wanita, sudah tidak bisa lagi digunakan. Tugas selanjutnya dari pemasar atau marketers adalah berpikir bagaimana caranya menjangkau segmen perempuan secara lebih efektif sekaligus menciptakan percakapan yang berarti dengan pasar yang seksi itu.
Laporan terbaru tentang “On the rise and online: Female consumers in Asia” yang dilakukan oleh Economist Intelligence Unit, mengungkapkan bahwa 64% wanita tertarik pada ritel yang mampu membangun profil pelanggan yang akurat dan mampu berkomunikasi dengan target market. Bahkan, segmen perempuan tidak menyukai iklan yang merendahkan produk kompetitor.
Bisnis ritel online fashion Zalora, 70% sampai 80% bisnisnya didorong oleh konsumen perempuan, yang mereka lihat sebagai savvy tech dan bersedia untuk menghabiskan uang mereka. Lantas, bagaimana seharusnya trik toko online merancang komunikasi pribadi dengan pelanggan wanita? "Kami memiliki database di mana para ahli data yang mengumpulkan dan menganalisis pelanggan yang sudah ada untuk melihat perilaku pembelian," kata Cheng Xun Chua, Managing Director Zalora Hong Kong.
Sistem yang dirancang Zalora akan mengirimkan mereka informasi yang relevan, seperti kode e-kupon (kupon elektronik) atau item terbaru. Harapannya, mereka (konsumen wanita) mungkin tertarik, karena pengiriman itu didasarkan pada sejarah pembelian mereka atau hal-hal yang ditambahkan di dalam keranjang belanja mereka. Dengan perkembangan aplikasi dan smartphone, hampir segala sesuatu tampaknya akan tersedia pada sentuhan ujung jari.
Zalora Hongkong ingin menampilkan dan memperkenalkan gagasan e-commerce untuk pembeli lokal, terutama mereka yang belum pernah mencoba membeli secara online sebelumnya. Zalora untuk pertama kalinya membuka gerai pop-up di Causeway Bay, Hongkong, pada 22 April lalu. Gerai tersebut dirancang sebagai outlet yang memadukan online dengan realitas offline. Hal itu memberi kesempatan kepada pembeli untuk merasakan materi dan mencobanya, dan menunjukkan bahwa belanja online dapat menjadi nyata seperti belanja tradisional.
Dengan tag lines, “Hands free shopping” dan “Shop more. Carry less”, Zalora Hongkong mendisplay semua produknya di dinding dan tidak ada transaksi uang yang terjadi di toko. Pembayaran akan dilakukan secara online dan barang yang dibeli akan dikirim langsung ke kustomer.
Kampanye tersebut memperoleh umpan balik yang positif dan publisitas yang besar. Bahkan, pemilik gedung mendorong Zalora untuk memperpanjang masa sewa sampai enam minggu. Fashion e-tailer awalnya berlangsung antara 22 April dan 30 Juni, tetapi kemudian diperpanjang hingga 2 Agustus 2015.
Belum cukup. Menurut Chua, Zalora memiliki acara VIP khusus secara teratur untuk tetap menciptakan keterlibatan brand dengan pelanggan yang sudah ada, termasuk mendengar umpan balik dari mereka. “Sementara itu, kami terus menggunakan taktik pemasaran offline tradisional, misalnya dengan menempatkan iklan di majalah dan surat kabar,” tambahnya.
Lantas, bagaimana dengan langkah Zalora Hongkong berikutnya? "Sekarang kami sedang mencari lokasi berikutnya untuk membuka toko pop-up kedua," kata Chua, yang menyebutkan bahwa gerai pop-up kedua itu diharapkan akan dibuka pada akhir tahun ini.
