Peristiwa serangan gedung kembar 9/11, badai Katrina dan tsunami pada 2004, memberikan gambaran tentang perubahan cepat yang terjadi setelah krisis. Peristiwa 9/11 tidak hanya mengendapkan pemikiran ulang fundamental tentang kebijakan federal, tetapi juga menciptakan reorganisasi paling komprehensif dari pemerintah federal AS. Badai Katrina dilihat dalam konteks perubahan besar demografis di New Orleans dan menciptakan pemahaman baru tentang risiko dan peran pemerintah dalam menanggapi suatu bencana.
Tsunami 2004 yang menyebabkan meninggal dan hilangnya 230.000 jiwa di 14 negara, menyeka perhatian seluruh masyarakat, dan menciptakan kerusakan ekonomi dan lingkungan yang luas. Hal ini mengakibatkan masyarakat dan pemerintah untuk lebih memberikan perhatian pada risiko yang terkait dengan tsunami dan pembangunan di wilayah pesisir.
Judul Buku : Theorizing Crisis Communication
Penulis : Timothy L. Sellnow dan Matthew W. Seeger
Penerbit : Wiley-Blackwell, February 2013
Tebal buku : 280 pages
Pada 1918-1919 terjadi wabah pandemi influenza, atau flu Spanyol, yang diperkirakan telah menginfeksi 500 juta orang di seluruh dunia dan mengakibatkan lebih dari 20 juta kematian. Gempa bumi terburuk dari abad kedua puluh terjadi di Tangshan China pada tahun 1976 . Korban tewas resmi menunjukkan bahwa sekitar 255.000 orang kehilangan nyawa dan 150.000 lainnya terluka. Peristiwa-peristiwa ini memberikan gambaran bahwa krisis – baik besar dan kecil – yang disebabkan oleh alam dan manusia, memang tidak dapat dihindari. Namun pada kenyataannya, banyak ahli menunjukkan bahwa kejadian-kejadian tadi sebenarnya bisa terjadi dengan frekuensi lebih sering dan dapat menyebabkan bahaya yang lebih besar.
Meskipun tidak mungkin untuk menghindari semua krisis dan bencana seperti gempa bumi dan tsunami, beberapa diantaranya dapat dihindari dan sebagian besar dapat dikelola lebih efektif. Manajemen krisis merupakan gambaran integrasi dari praktek bidang ilmu yang sudah mapan termasuk kedokteran, sosiologi, psikologi, engineering, logistik , ilmu politik dan peradilan pidana, serta komunikasi. Lembaga -- baik pemerintah maupun swasta -- seperti Federal Emergency Management Administration ( FEMA ) dan Palang Merah, memiliki peran penting dalam menciptakan kapasitas respon terhadap krisis.
Secara definisi, krisis meliputi peristiwa interdisipliner dan sering mencakup semua wilayah, budaya, batas-batas ekonomi dan politik. Beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa aspek interdisipliner ini telah membuat integrasi penelitian dan praktek lebih menantang (Pearson dan Clair, 1998). Seiring dengan komunikasi, integrasi, koordinasi dan kerja sama sangat penting untuk negosiasi batas-batas ini serta untuk manajemen respon krisis yang efektif.
Pada dasarnya, problem yang dihadapi dalam mensintesa sebuah teori komunikasi krisis adalah menyangkut tentang bagaimana mengemas pesan dan proses konstruksi makna. Itu terutama dalam setting segala situasi dan bentuk interaksi manusia dan koordinasi yang mengelilingi ini mengancam dan acara ketidakpastian yang tinggi.
Karena krisis biasanya tidak terduga, berteori tentang komunikasi krisis menciptakan banyak tantangan. Ini karena dalam beberapa hal, setiap krisis dapat dilihat sebagai suatu peristiwa yang anomali dan unik yang menentang penjelasan sistematis apapun. Hal yang umum dalam melihat krisis adalah hanya sebagai sebuah kecelakaan, suatu kombinasi yang tidak biasa dari peristiwa yang tidak bisa terjadi lagi. Sebaliknya, fakta bahwa krisis terjadi pada frekuensi bertambah banyak dan mengkhawatirkan memungkinkan para sarjana untuk mengamati kesamaan, pola dan hubungan di banyak kejadian.
Banyak kerangka teoritis yang dijelaskan dalam buku ini dikembangkan untuk peristiwa tertentu, termasuk teori dan model peringatan evakuasi untuk badai dan model recall untuk makanan yang terkontaminasi (Bab 3) . Dalam banyak kasus, para ilmuwan juga menemukan bahwa pendekatan ini memiliki utilitas untuk memahami krisis lainya. Pendekatan ini dimulai dengan memahami bahwa semua peristiwa yang digambarkan sebagai krisis akan memiliki beberapa elemen umum, seperti ancaman, ketidakpastian dan kebutuhan untuk tanggapan segera, dan diperlukan respon kontinjensi.
Dalam buku Theorizing Crisis Communication, Timothy L. Sellnow dan Matthew W. Seeger menyajikan kajian komprehensif dan kritik terhadap berbagai kerangka teoritis yang dirancang untuk menjelaskan peran komunikasi dalam pengembangan, manajemen, dan konsekuensi dari krisis. Dalam buku ini, penulis berusaha menyatukan berbagai pendekatan teoritis yang muncul dalam studi komunikasi krisis menjadi satu volume untuk pertama kalinya.
Dalam buku ini, penulis juga mencoba merangkum teori-teori dari beragam perspektif seperti manajemen retorika, risiko, etika, komunikasi massa, media sosial, tanggap darurat, hasil krisis, dan sistem peringatan dini, lengkap dengan ilustrasi contoh tentang aplikasi teori terseaplikasi teori tersebut dalam penelitian komunikasi krisis.
Buku ini juga menyajikan kerangka teoritis yang dihasilkan oleh penelitian dari berbagai disiplin ilmu termasuk sosiologi, psikologi , antropologi terapan, kesehatan masyarakat, public relations, ilmu politik, studi organisasi, dan peradilan pidana
Buku ini memang bukan buku pegangan buat para praktisi. Akan tetapi, buku bisa menjadi sumber daya yang kaya bagi mereka yang tertarik mempeljarai teore komunikasi sebelum, selama, dan setelah krisis.