Video demontrasi anarkis oleh para pengemudi taksi, salah satunya mereka yang berseragam Blue Bird, sudah telanjur terlanjur beredar. Caci maki masyarakat sudah telanjur menyebar di dunia maya. Berbagai media nasional, termasuk online, turut menjadikan aksi anarkis oknum pengemudi berseragam "burung biru" itu sebagai bahan berita terkini.
Padahal, di hari yang sama, di akun social medianya, manajemen sudah mengklarifikasi bahwa sopir Blue Bird dihimbau tidak mengikuti aksi demonstrasi dan tetap melayani penumpang. Namun, faktanya pengemudi mereka tetap beraksi di jalan. Bahkan, press conference digelar pada hari itu juga--kemarin (22/3)--oleh Komisaris Utama Blue Bird sekaligus salah seorang putri sang pemilik, Noni Sri Aryati Purnomo. Konten press conference berisi permohonan maaf dan janji menggratiskan layanan taksi selama satu hari pasca aksi kepada seluruh pelanggan di wilayah Jabodetabek.
Ya, ada harga yang harus dibayarkan Blue Bird pasca aksi demo anarkis para pengemudi taksi. Reputasi merek (brand reputation) Blue Bird, yang selama ini dikenal sebagai taksi yang nyaman, santun, dan terjamin keamanannya, harus tergerus. Diungkapkan Bambang Sumaryanto, Dosen Komunikasi Universitas Indonesia, "Pada kasus demo anarkis oleh Paguyuban Pengemudi kemarin, mau tidak mau Blue Bird terkena imbasnya, meskipun beredar postingan surat edaran Blue Bird yang menghimbau mitra pengemudinya tak ikut mogok dan tetap melayani konsumen."
Lantas, upaya Blue Bird menggratiskan layanan selama sehari kepada seluruh pelanggan, menurut Bambang, merupakan langkah yang bertujuan baik. "Namun, langkah itu perlu diuji efektivitasnya. Sebab, dalam memulihkan citra Blue Bird, langkah itu belum tentu tepat sasaran. Bukan tidak mungkin mitra driver justru mengangkut saudara-sadara mereka sebagai penumpang dengan gratis," kata Bambang.
Akan lebih baik, saran Bambang, bila Blue Bird segera melakukan pendataan korban-korban penumpang Blue Bird yang diturunkan di jalan. Kemudian, Blue Bird memberikan kompensasi naik Blue Bird selama beberapa waktu. "Sementara itu, untuk para pengemudi Blue Bird yang menjadi korban, baik mobilnya maupun fisiknya, Blue Bird dapat memberikan kompensasi atau apresiasi karena yang bersangkutan telah berusaha mengantar penumpang sesuai himbauan manajemen sekaligus menunjukkan empati kepada penumpang yang menjadi korban," terangnya.
Upaya lain yan perlu ditambah Blue Bird, lanjut Bambang, adalah untuk pelanggan yang loyal, yaitu pelanggan online maupun by phone yang datanya tersimpan. "Manfaatkan database tersebut untuk membangun komunikasi dan permintaan maaf. Kompensasi justru diprioritaskan untuk konsumen yang biasa order melalui aplikasi. Jadi, gratisnya Blue Bird khusus untuk yang pesan pakai aplikasi, agar orang-orang justru terpicu untuk men-download aplikasi Blue Bird untuk dapat naik taksi Blue Bird gratis. Sedangkan untuk pelanggan yang order by phone, bisa dengan diberikan diskon. Jadi, terlihat langkah penggratisan Blue Bird lebih terarah dan meningkatkan loyalitas," paparnya.
Lebih lanjut Bambang mengatakan, jika langkah promo gratis itu dilakukan kepada pelanggan yang tepat, maka pelanggan tersebut diharapkan dapat memposting pengalaman istimewa mereka dengan Blue Bird. "Perlu diingat, ada orang-orang yang tak mau naik uber karena merea menganggap illegal. Konsumen semacam ini perlu dikenali agar dapat digunakan sebagai messenger untuk mengedukasi pelanggan taksi. Kalau perlu buat program member get member dapat gratis Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu untuk sekali pakai," imbuhnya.
Sementara itu, pemberian rating pengemudi oleh penumpang, ucap Bambang, juga harus mulai ditingkatkan dengan kemudahan aplikasi. Blue Bird harus mampu mengundang developer untuk benar-benar menciptakan kenyamanan dan keamanan serta memanfaatkan pengalamannya. "Mindset driver juga perlu diubah. Sebab, Blue Bird bukan lagi taksi pilihan utama di hotel atau bandara. Karena itu, upaya marketing Public Relations (PR) dan Corporate PR perlu dilakukan secara lebih terintegrasi," tutup Bambang.