Ukuran keberhasilan penggunan media sosial untuk pemasaran -- selain penjualan tentunya -- tidak hanya dapat dilihat dari peningkatan friends, fans dan follower. Sejatinya terdapat nilai lebih yang bisa dibangkitkan dari penggunaan media social, yakni meningkatkan keterlibatan (engagement), mempengaruhi dan memotivasi.
Sejak beberapa tahun terakhir, Beng-beng telah memimpin pasar Enrobed Chocolate dengan market share lebih dari 50% dan annual growth yang selalu double digit. Namun demikian, Beng-beng – seperti diungkapkan Vienno Monintja, Direktur Marketing PT Mayora Indah Tbk -- tidak cepat puas. Beng-beng terus mencoba untuk membuat lebih baik lagi, terlebih, beberapa tahun belakangan, kompetitor semakin gesit meraih pasar.
Untuk itu, pada 2012 Mayora meluncurkan varian baru Beng-beng Maxx dengan ukuran yang lebih besar dan lebih panjang. Mayora mengomunikasikan produk ini lewat TV Commercial. Membidik segmen youth, produk baru ini pun dikampanyekan di media digital (lewat page AsyikberatID di Facebook, @AsyikberatID di Twitter, dan di YouTube). Pada kesempatan terpisah, Ricky Afrianto, Direktur Marketing Mayora, mengatakan bahwa Beng-beng membidik segmen yang sangat savvy di social media sehingga alokasi budget untuk media ini cukup besar, yaitu di atas 10% dari total budget komunikasi pemasaran. Mayora berharap media sosial menjadi earn media yang berhasil menggulirkan word of mouth.
Hari ini, perusahaan yang menggunakan media social sebagai salah tools media dalam pemasaran semakin banyak. Namun, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi para penanggung jawab komunikasi pemasaran saat ini adalah menentukan strategi komunikasinya dalam lingkungan dan lansekap media yang berubah. Pertanyaan kritis yang sering muncul adalah bagaimana mereka harus mengevaluasi kinerja media social dan membuktikan bahwa penggunaan media sosial lebih menguntungkan dibandingkan media tradisional.
Cukup mudah bila pencapaian pemasaran melalui media social diukur dari peningkatan friends, fans dan follower. Benar bahwa metrik ini merupakan pencerminan dari kemampuan untuk membangkitkan kesadaran tentang merek. Banyaknya friends, fans dan follower memberikan gambaran apakah kampanye yang dilakukan suatu merek misalnya berhasil membangkitkan kesadaran dan mendapatkan perhatian dari publik. Sementara itu banyaknya orang yang menyatakan likes dan mere-Tweets yang diterimanya menunjukkan apakah upaya pemasaran yang dilakukan menimbulkan interest audience.
Namun, sejatinya ada nilai lebih yang bisa dibangkitkan dari penggunaan media social, yakni meningkatkan keterlibatan (engagement), memberikan pengaruh dan memotivasi. Customer engagement merupakan salah satu metric pengukuran yang paling penting. Engagement disini dapat berlangsung pada situasi offline maupun online baik di website bisnis dan situs jejaring sosial.
Customer engagement dapat meningkatkan pemahaman konsumen tentang merek, juga membangun loyalitas pelanggan. Salah satunya sdalah user-generated content dimana pelanggan didorong terlibat dalam kegiatan kampanye pemasaran. Selain itu, pelanggan juga didorong untuk menyebarkan informasi kampanye pemasaran. Untuk mengukur keterlibatan, beberapa praktisi pemasaran menggunakan komentar (di blog, Facebook, dll), Re-Tweets, waktu yang dihabiskan di situs Web dan sebagainya.
Memahami bagaimana hasil dari upaya pemasaran melalui media sosial terkait erat dengan kinerja bisnis menjadi sesuatu yang sangat penting pada saat penyusunan perencanaan strategi media social. Sering terjadi bahwa ketika membahas soal pengukuran, yang pertama kali muncul dalam pikiran kita adalah siapa yang harus melakukan dan bagaimana mendapatkannya.
Padahal, ada persoalan lain yang jauh lebih penting, yakni identifikasi tujuan. Dengan kata lain, sebelum memulai setiap program pengukuran media sosial, manajemen harus terlebih dahulu memutuskan apa yang harus diukur, dan apa yang harus diukur itu tergantung tujuan kita memanfaatkan media social.
Seperti dikemukakan oleh Brian Solis, analis digital dan penulis buku Engage! – pengukuran media sosial memiliki beberapa makna. Pertama, untuk mengetahui terpaan (exposure) yang menunjukkan sejauh mana perusahaan, merek atau organisasi Anda berhasil menciptakan eksposur isi dan pesan melalui saluran media sosial. Kedua, keterlibatan (engagement) untuk mencari tahu tentang siapa, bagaimana dan di mana orang berinteraksi dengan konten atau terlibat dengan organisasi Anda.
Ketiga, mengetahui sejauh mana pengaruh (influence) dengan memahami sejauh mana eksposur dan keterlibatan konten media social organisasi Anda mempengaruhi persepsi dan sikap audiense. Keempat, aksi (action) yang untuk mengetahui tentang tindakan -- jika ada – yang dilakukan target pasar Anda sebagai hasil dari upaya sosial media organisasi Anda.
Tujuan adalah sebuah pernyataan jelas yang mencakup pernyataan tindakan (kata kerja), waktu dan hasil yang terukur (biasanya dinyatakan sebagai persentase). Apa tujuan Anda mengukur aktivitas media social? Seperti halnya dalam komunikasi pemasaran, tujuan yang ingin dicapai dengan menggunakan media social cukup bervariasi.
Namun demikian, pada umumnya memiliki tujuan antara lain untuk penelitian pasar, termasuk memperoleh gambaran tentang preferensi dan persepsi konsumen terhadap produk atau merek; meningkatkan pemantauan dan respon terhadap krisis, termasuk upaya membalikkan dampak isu negatif pada merek atau organisasi ke positif dan meningkatkan citra.
Media sosial juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan jangkauan dan atau efektivitas upaya pemasaran, mengurangi biaya layanan pelanggan dan atau meningkatkan hasil layanan pelanggan, meningkatkan penjualan (dalam hal frekuensi, jangkauan atau hasil), untuk lebih menusiawikan merek, menerobos pasar baru dengan teknologi yang lebih cerdas, meningkatkan hubungan pelanggan untuk membantu meningkatkan loyalitas pelanggan.
Dengan kata lain, seperti halnya pada praktik pemasaran pada umumnya, menghitung laba atas investasi (ROI) merupakan praktik yang biasa dilakukan marketer untuk media sosial. Disini pemasar tidak hanya melacak keberhasilan program pemasaran biasa, melainkan program pemasaran media sosial, yakni dengan menghitung Return on Objectives (ROO) sebagai adalah indikator yang menunjukkan kinerja yang lebih baik.
Ambil contoh program direct-mail tradisional. Disini sejumlah biaya tertentu untuk produksi dan pengiriman, dihitung melalui perbandingan tingkat respon dan penjualan yang dihasilkan dari suatu pengiriman. Lalu bagaimana pengukuran ROI untuk percakapan media sosial yang terjadi di Twitter atau Facebook? Bukankah percakapan itu memiliki nilai? Akan tetapi tidaklah mungkin menghitung ROI dari percakapan, meski hal itu tidak berarti percaapan tersebut tidak efektif dalam membangun suatu bisnis.
Oleh karena itu, meskipun alat untuk mengukur hasil pemasaran media sosial menyisakan banyak harapan, hal itu tidak berarti media sosial pemasaran bukan bagian penting dari rencana pemasaran Anda. Persoalan inilah yang bisa menjelaskan kenapa banyak perusahaan besar yang melupakan media social. Yang paling banyak mengambil manfaat dari media social justru perusahaan-perusahaan kecil. Mereka ini yang justrru bisa akrab dengan pelanggannya, meningkatkan kesadaran merek dan loyalitas, dan pertumbuhan bisnisnya.
Sementara banyak perusahaan melacak lalu lintas di web sebagai indikator kinerja pemasaran media sosial, hal lain yang juga penting adalah penggunaan metriks tidak langsung dimana sosial media bisa meningkatkan upaya pemasaran. Ini berlangsung dengan asumsi bahwa partisipasi media sosial juga dapat membantu bisnis melalui riset pasar dan layanan pelanggan.
Secara sederhana, pada dasarnya mendengarkan dan belajar di Web sosial merupakan sesuatu yang sangat membantu bisnis pertumbuhan suatu bisnis. Misalnya, ketika perusahaan melancarkan program diskon atau promosi lainnya. Media social bisa digunakan untuk melacak respon dari program tersebut.
Salah satu contoh adalah yang dilakukan Pepsi. Merek ini berhasil mengubah mindset pemasaran dari menganalisis hanya dari metrik “keras” ke kombinasi metrik keras dan lunak. Ketika Pepsi meluncurkan kampanye “Refresh Everything" tahun lalu misalnya, Pepsi tidak mematok tujuan kampanye secara spefisik untuk meningkatkan penjualan dengan persentase tertentu. Ketika itu, Pepsi hanya menentukan tujuan meningkatkan relevansi dan memperkuat merek.
Dengan menggunakan riset pasar tradisional, Pepsi menganalisis bagaimana perasaan konsumen terhadap merek Pepsi setelah kampanye diluncurkan. Kampanye itu sendiri dilaksanakan dengan konsep pemasaran terintegrasi melalui pemanfaatan media sosial dan taktik pemasaran tradisional. Sementara itu, pemantauan dan evaluasi hasil kampanye dilakukan melalui penelitian tradisional dikombinasikan dengan social monitoring analysis.
Selain itu, Pepsi menggunakan alat analisis Web tradisional untuk melacak lalu lintas di website situs. Tujuan utama dari analisis ini adalah untuk menentukan dampak kampanye secara keseluruhan pada audiens Web sosial, khususnya dalam komunitas niche, dan membuat kampanye secara menyeluruh -- mulai dari dari penetapan tujuan hingga ke perencanaan taktis dan dari eksekusi ke analisis hasil -- sebagai upaya pemasaran terpadu yang efektif.