Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan untuk membeli komoditi tersebut dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama.
Dalam pasar yang semakin mengglobal, keberhasilan pelaku usaha suatu negara sangat ditentukan oleh daya saing. Daya saing global pada dasarnya berhubungan dengan biaya produksi sehingga yang memenangkan kompetisi adalah negara yang mampu memasarkan produk dengan harga paling rendah atau berkualitas baik. Biaya produksi berhubungan dengan harga faktor-faktor input. Selain itu keunggulan dalam daya saing dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
Sejatinya, untuk produk konsumen, Afrika masih menjanjikan. Sebagian besar produk konsumen yang diekspor ke Afrika adalah produk yang harus bersaing dengan produsen global seperti Nestle dan Unilever. Pengalaman di Indonesia, banyak merek produk lokal yang mampu bersaing dengan merek global. Keunggulan merek lokal adalah pengetahuannya tentang karakter konsumen lokal.
Sekarang baik Unilever, Nestle dan produk Indonesia harus bersaing di arena yang pengetahuannya tentang konsumen Afrika – anggap saja – sama. Dengan demikian, kemampuan bersaing masing-masing tergantung pada kecepatan belajar mengenali konsumen Afrika. “Konsumen Afrika masih kurang terlayani, namun overcharged,” kata Frank Braeken, bos Unilever di Afrika seperti dikutip the Economist. Afrika Selatan misalnya, masih membutuhkan sampo khusus untuk rambut Afrika, atau kosmetik untuk kulit hitam, memiliki sedikit pilihan, selain produk impor dari Amerika yang mahal.
Unilever melihat kesempatan, mereka berinvestasi untuk produk makanan dengan harga terjangkau, sabun cuci bubuk, produk perawatan semisal sampo dan kondisioner dan sekarang sedang hit. Tahun lalu Unilever membuka the Motions Academy di Johannesburg. Setiap tahun, Unilever akan melatih hingga 5.000 penata rambut yang ingin membuka salon sendiri. Hal ini juga laboratorium untuk menguji produk dan mencoba model bisnis baru. Jika berhasil, Unilever berencana mengembangkannya ke tempat lain di Afrika.
Tak mudah menggarap pasar Afrika. Tantangan menggarap pasar Afrika adalah membuat produk yang harga dijangkau konsumen. Perusahaan-perusahaan global seperti Nestlé terus berusaha menawarkan produk yang disebut Popularly Positioned Products, atau produk yang diterima pasar dan mampu mengatasi kekuarangan gizi dan harganya terjangkau. Misalnya, Nespray, sebuah susu bubuk instan, yang mengandung nutrisis penting untuk anak seperti kalsium, zinc dan besi.
Inovasi produk memang diperlukan. Merancang produk yang menarik bagi penduduk setempat hanya sebagian dari tantangan. Di Afrika Selatan sekalipun, yang memiliki infrastruktur terbaik, konsumen sulit dijangkau. Untuk itu, Nestlé mendeliveri langsung ke toko-toko spaza (informal convenience stores) yang merupakan 30% dari pasar ritel nasional, bahka di Nigeria jenis rite seperti itu, jumlahnya mencapai 50% dari pasar ritel.
Sebagian besar berada di daerah-daerah terpencil dan pemiliknya sering tidak mampu menyediakan van pengiriman. Nestlé telah mendirikan 18 pusat distribusi yang memberikan ke spaze. Padahal untuk mendirikan pusat distribusi tersebut, biayanya sama seperti membangun outlet besar.
Dengan populasi sekitar 1 miliar orang yang tersebar di lebih dari 30 juta km2 dan lebih dari 50 negara, Afrika menjadi pasar yang beragam dan terfragmentasi. Meskipun ada perbaikan dalam hal tata kelola, Afrika masih menghadapi tingginya tingkat birokrasi dan korupsi di banyak daerah. Kawasan ini juga memiliki defisit infrastruktur yang sangat besar. Tingkat kepadatan jalan dan rel kereta api sangat rendah sehingga menyulitkan pemindahan barang dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
Meskipun perbaikan, penilaian Bank Dunia tentang kemudahan berbisnis masih peringkat negara yang paling buruk di Afrika. Hal ini dapat diterjemahkan ke dalam biaya yang lebih tinggi untuk melakukan bisnis dan keengganan perusahaan untuk melakukan bisnis di Afrika dibandingkan bagian lain dari dunia. Pemadaman listrik merupakan hal yang biasa dan menambah beban bisnis serta distribusi di wilayah tersebut. Untungnya, sebagian besar pemerintah Afrika menyadari itu dan memulai program ekspansi infrastruktur.
Kurangnya keterampilan dan pengalaman juga ada di pertengahan manajer atau tingkat senior manager di banyak negara Afrika, yang membuat berkembang dan kemudian melaksanakan Afrika strategi yang lebih menantang bagi perusahaan FMCG. Dengan lebih banyak perusahaan memasuki pasar persaingan untuk bakat sedang memanas dan menarik bakat telah menjadi pertimbangan utama bagi perusahaan FMCG.
MIX.co.id - Bank Syariah Indonesia (BSI) meluncurkan platfrom Digital Carbon Tracking serta penggunaan 139 kendaraan…
MIX.co.id - Somethinc kembali merilis produk pembersih wajah terbarunya, Omega Jelly Deep Cleansing Balm. Produk…
MIX.co.id - PT LG Electronics Indonesia kembali memperkenalkan produk Single Commercial AC terbarunya, pada awal…
MIX.co.id - Meta baru saja merilis lima tren media sosial di 2025 yang dapat berdampak…
MIX.co.id - TOP Coffee, merek kopi dari Wings Food, merilis inovasi terbarunya, TOP Mokachinno Double…
MIX.co.id - Nivea akan menggelar Nivea Hijab Run 2025, pada 23 Februari mendatang di Mall…