Tak sedikit juga jurnalis meminta waktu wawancara ekslusif dengan eksekutif perusahaan, demi memperdalam rilis yang diterima. Permintaan waktu wawancara pun ingin dilakukan secepat mungkin, lantaran junalis dibatasi oleh deadline. Sayangnya, perusahaan seringkali tidak mampu memenuhi tenggat waktu wawancara tersebut. Dengan tidak mampu memenuhi permintaan wawancara tadi, maka Anda sudah menyia-nyiakan kesempatan “emas” untuk diberitakan. Bahkan, boleh jadi, hal itu dapat menimbulkan kesan awal yang negatif pada benak jurnalis, bahwa perusahaan Anda sulit dimintai wawancara eksklusif misalnya.
4. Jurnalis Menyukai Konflik
Banyak perusahaan yang ingin di-coverage media, namun mereka tidak mampu memahami kebutuhan sekaligus karakter media. Jarang sekali media yang hanya fokus memberitakan sebuah perusahaan. Jurnalis lebih menyukai menulis dan memberitakan seputar trend industri dan konflik yang terjadi di dalam industri tersebut, termasuk persaingan bisnisnya.
Tentu saja, sulit bagi perusahaan untuk memasukkan cerita mereka ke dalam cerita konflik di dalam industri. Oleh karena itu, marketers dan PR dituntut untuk dapat mengemas berita tentang perusahaan mereka dengan baik, terkait pemberitaan persaingan bisnis maupun konflik yang tengah terjadi di dalam industri. Umumnya, perusahaan yang tidak tertutup dan mau diwawancara seputar konflik adalah perusahaan yang disukai jurnalis.
5. Perlakukan Media Sebagai Teman
Jurnalis adalah orang biasa, yang juga sama seperti orang kebanyakan. Itu artinya, perusahaan harus mampu respect pada jurnalis. Jangan pernah menjadikan jurnalis sebagai “musuh bayangan” perusahaan, bahkan ditakuti perusahaan. Jadikan jurnalis sebagai teman. Antara lain, dengan memasok aneka informasi yang tidak melulu tentang cerita seputar perusahaan Anda.
Secara umum, reporter dan editor adalah orang-orang yang setia. Jika Anda mampu memperlakukan mereka dengan baik, maka mereka akan sangat mungkin untuk membalas kebaikan Anda, dengan cara memberitakan positif seputar bisnis atau perusahaan Anda.