PERJALANAN PEMASARAN MODERN DI INDONESIA

Urip
Pemasaran di Indonesia dimulai sejak orang mulai memproduksi barang dan membutuhkan pasar pembeli. Dinamika pasar mendorong konsep pemasaran terus berevolusi seperti sekarang. Inilah gambaran periodisasi perjalanan pemasaran Indonesia.

Suatu hari di pelosok Pontianak tahun 70-an. Dengan alasan tertentu, Unilever mengirim karyawan mudanya, Sri Hartina Urip berkeliling ke desa-desa untuk menyaksikan bagaimana setiap keluarga melaksanakan ritual mandi. Tampak ibu-ibu dan anak-anak mandi di sungai yang luas dengan membawa cucian dan perlengkapan mandi ala kadarnya. Jangankan sikat gigi, sabun mandi pun masih langka digunakan. Kalaupun ada sabun, itu lebih untuk keperluan rame-rame: mencuci baju, keramas, dan membersihkan badan.

Menyaksikan sendiri kondisi pasar secara langsung -- bahasa keren sekarang: insight marketing -- memberi manfaat bagi Sri Urip. Alumnus dari Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Jogjakarta, ini kemudian dapat mendeteksi situasi; bagaimana bisa Unilever terus memproduksi kebutuhan toiletries, sementara pasar ternyata tidak membutuhkannya? Bagaimana produk Unilever tidak akan dibeli, kalau pasar tidak tahu kegunaannya?

Kesimpulan itulah yang dibawanya ke Jakarta, bahwa produksi barang dan pasar harus dikaji ulang. Betapapun bagus distribusi dan iklan dibuat, tapi kalau pasar tidak tergerak, maka tidak akan terjadi penjualan. “Fakta inilah yang mengubah strategi dan mindset kami secara signifikan di tahun 70an,” ungkap Sri Urip yang telah menyelesaikan tugas di Unilever dengan posisi terakhir sebagai CEO tahun 1999-2000.

Kala itu Sri Urip tidak berpikir dalam kerangka pemasaran. “Karena yang terlihat demikian, ya itulah yang kami kerjakan,” jawabnya karena istilah marketing atau pemasaran pun masih terdengar sayup-sayup. “Seperti nama Philip Kotler yang mendunia itu belum kami dengar,” ujarnya segar dalam ingatan. Ketika itu, satu-satunya panduan mengolah konsep pemasaran adalah dari riset lapangan dan pengetahuan yang diberikan oleh Unilever pusat. “Kami benar-benar learning by doing,” ujar Sri Urip di rumahnya yang luas dan asri.

Bisa saja Sri Urip mengatakan demikian, namun Hermawan Kartajaya , pakar dan konsultan pemasaran saat itu memastikan, Unileverlah yang membawa marketing modern ke Indonesia. Menurut Hermawan, kalau di kancah dunia, Procter & Gamble (P&G) memiliki peran besar mengembangkan konsep pemasaran, maka di Indonesia Unilever yang berjasa membawa angin segar dan mempengaruhi marketer lainnya.. “Kalau mau jujur, asalnya marketing itu dari consumer goods. Lalu, ditiru oleh katagori dan services yang lain,” pendapat Hermawan kepada MIX.

Pendiri Markplus ini mencontohkan beberapa tools marketing favorit saat ini, seperti: insight research, advertising, brand activation, PR, Marketing PR, dan sebagainya. “Darimana munculnya tren-tren itu kalau bukan dari Unilever?” ujar Hermawan mengakui. Menurutnya, betapapun perusahaan-perusahaan multinasional seperti Unilever ini tidak datang ke Indonesia sekadar membawa duit dan teknologi, tapi mereka juga membawa marketing practice yang sangat bagus. ”Dari mereka, kemudian banyak pemasar mulai memakai riset, menggunakan brand, menggarap kampanye komunikasi, dan lain-lainnya”, lanjut Hermawan lagi.

Secara konseptual Sri Urip lebih suka menyebutkan, pemasaran di Indonesia berkembang karena dinamika pasar itu sendiri. Sebab, inti pemasaran adalah adalah bagaimana melakukan penetrasi kepada konsumen. Jadi ibarat mata uang, ada dua sisi mata yang harus bergerak optimal, yakni produk dan market. Keduanya tidak mungkin berdiri sendiri dan tumbuh besar sendirian. ”Fungsi pemasaran adalah bagaimana meng-created market supaya memakai produk kita,” urainya.

Nah, dari pengalaman selama lebih dari 30 tahun menggeluti bidang marketing di Unilever, setidaknya ada tiga periode yang dicatatnya. Pertama, era 70-an, yang disebutnya sebagai The Traditional Marketing. Pada waktu itu, secara umum pasar belum terbentuk. Kehidupan masyarakat sedang menggeliat, meskipun belum mencapai tingkat kemakmuran yang bagus. Ada optimisme, tapi pasar Jawa dibandingkan dengan pasar luar Jawa masih sangat jauh perbedaannya.

Dengan kondisi seperti itu, kontribusi marketing tentu masih sangat sederhana. Istilah 4 P, yang berarti Product, Price, Promotions, dan Place belum disebut-sebut. Sri Urip menyebutnya sebagai the right brand positioning statement. Ini mencakup: good quality/ performance & pricing, emotional avertising, dan good distributions.

Implementasi di lapangan tidak semudah merumuskannya. Guna menciptakan pasar, Unilever memulai dengan melakukan edukasi pasar atau komunitas, bagaimana menggunakan produk dan meningkatkan tingkat kehidupan kita. Contohnya, tahun 1972, Unilever bekerjasama dengan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) melakukan demo kesehatan mulut di sekolah-sekolah dasar di kota maupun di daerah. Dalam kegiatan itu, para dokter gigi muda mendemonstrasikan bagaimana menyikat gigi yang benar dan menawarkan perawatan gigi cuma-cuma.

Boleh dibilang sejak 1972 Pepsodent telah melakukan brand activation – kalau meminjam istilah zaman sekarang. Objektifnya kurang lebih sama, yakni bagaimana membuat pasar mengenal Pepsodent lebih baik. Keyakinan Sri Urip, bahwa tanpa mencoba dan merasakan sendiri sensasi perawatan gigi gratis sekaligus mencoba sikat gigi yang benar, mustahil Pepsodent bakal diingat orang.

Hal sama juga dilakukan Sunsilk, saudara sekandung Pepsodent. Tahun 1976, Unilever sudah menyelenggarakan kontes Gadis Sunsilk bekerjasama dengan Rudi Hadisuwarno. Kontes rambut indah ini masih ada sampai sekarang. Pertanyaannya, mengapa dulu Unilever sudah membutuhkan image? Menurut Sri, sesungguhnya ujung-ujungnya tidak lepas dari prinsip menciptakan pasar. Dijelaskankannya, pasar sudah menginginkan sentuhan emosional, sehingga dibuatlah pencitraan indah itu. Toh, selain membangun pencitraan, Unilever tetap turun ke desa-desa mengajarkan keramas dan bagaimana berkeramas yang benar. Bahkan, demi melakukan edukasi pasar, Unilever menyediakan kendaraan khusus ke lapangan untuk dibawa keliling desa-desa.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)