Headline

Salah Bila Toko Berfokus pada Produk

 

Suatu saat Ron Johnson yang saat itu menjabat sebagai VP Senior untuk operasi ritel Apple Inc, berkata kepada Steve Jobs, bos Apple, bahwa toko ritel yang dibuat Apple saat itu semuanya salah. Dalam perjalanan mereka ke pertemuan perencanaan mingguan, Johnson berpendapat bahwa toko-toko itu terlalu fokus pada produk.

Johnson percaya bahwa toko-toko itu harusnya dibangun untuk menciptaan pengalaman pelanggan. Produk tidak penting. Jika orang melihat toko Apple menyediakan musik dan film, maka toko Apple harus menyediakannya.

Beberapa menit setelah mereka tiba di pertemuan tersebut dan meski Jobs baru masuk kembali ke Apple, Jobs mengumumkan kepada tim bahwa Johnson akan memimpin pemikiran ulang desain toko Apple.

Pada akhir tahun itu, toko Apple berkembang menjadi dua puluh lima lokasi di Amerika Serikat. Dalam dua tahun, operasi ritel telah melampaui penjualan tahunan sebesar $ 1 miliar. Penjualan toko Apple yang kalau dinilai biayanya mencapai lebih dari $ 4.500 per kaki persegi, jauh lebih besar daripada pengecer lainnya.

Para pemilik mall secara aktif berebut menarik Apple ke mal dan ruang ritel mereka di seluruh dunia. Ini karena mereka percaya bahwa kemungkinan sukses besar toko Apple sepertinya tidak dapat dielakkan. Awalnya, bagaimanapun, analis dan kritikus cukup skeptis atas potensi perusahaan sebagai pengecer.

Mereka percaya bahwa produsen yang mengelola toko kecil dengan persediaan terbatas, ketergantungan yang besar pada e-commerce, dan pendekatan penjualan yang tidak agresif akan berjuang di pasar elektronik ultra-kompetitif. Meskipun demikian, visi Johnson untuk tipe toko ritel yang baru terbukti merupakan kesuksesan yang melegakan.

Bagi Amerika Serikat yang perekonomiannya sangat bergantung pada keberhasilan pengecer dan kekuatan belanja konsumennya, jatuh bangunnya peritel sangat dipedulikan. Karenanya pemerintah berusaha keras menciptakan iklim yang sehat bagi bisnis ini. Namun, bagaimana pengecer menciptakan nilai bagi pelanggan mereka? Untuk sebagian besar maksudnya ini telah dicapai dengan merampingkan operasi dan selama beberapa dekade fokus pada pemotongan biaya dan daya saing harga.

Saat ini, pengecer menyadari bahwa mereka perlu menemukan cara baru untuk membedakan diri mereka dan menarik belanja konsumen. Proposisi Nilai Ritel Amerika memberikan kerangka untuk membangun diferensiasi dan membangun keunggulan kompetitif yang melampaui potongan harga.

Dalam film klasik Field of Dreams, karakter Kevin Costner dihantui oleh sebuah suara instruksi berulang kali, “Jika Anda membangunnya, dia akan datang.” Pernyataan itu terbukti benar karena hantu yang diharapkannya memang datang. Dalam konteks industri retail, banyak proposisi peritel saat ini yang mengikuti filosofi serupa, meski dalam kasus ritel yang dimaksud mereka itu adalah kolektif “dia” atau konsumen yang masih senang datang toko dan bermain-main di selasar toko.

Tapi bagaimana pendekatan yang harus diambil pengecer ketika mereka harus menjalankan usahanya dalam kondisi pasar yang paling dinamis namun menantang saat ini? Perkembangan ritel online dan inovasi teknologi baru yang sedang berlangsung yang melibatkan promosi digital telah mengubah wajah bisnis ritel. Kombinasi teknologi yang meningkatkan sifat global dari bisnis ritel, dan tekanan persaingan membuat peritel terdesak untuk menciptakan proposisi nilai yang berkelanjutan.

Yang dihadapi pengelola rtel saat ini dari sekadar pertempuran. Makin luasnya kehadiran Transmart, Superindo, Alfamart, Indomaret baik yang online maupun offline, membuat pedagang yang baru muncul merasa sulit untuk mendekati konsumen dengan cara sederhana seperti harga. Jalan itu kini berubah karena gangguan yang diakibatkan oleh perubahan di semua saluran dan inovasi teknologi.

Peritel hari ini, bagaimanapun, menghadapi lingkungan yang selalu berkembang dan semakin kompetitif di mana konsumen memiliki kekuatan yang tak tertandingi. Mereka menggunakan ponsel untuk memeriksa harga, dan di mana produk tersedia dari pedagang khusus online yang dapat bersaing berdasarkan kemudahan dan beragamnya.

Edhy Aruman

Edhy Aruman - Wartawan Utama (2868-PWI/WU/DP/VI/2012...), pernah menjadi redaktur di majalah SWA. Sebelum di Swa, Aruman pernah meniti karier kewartawanan di harian Jawa Pos, Berita Buana, majalah Prospek, Harian Republika dan editor eksekutif di Liputan 6 SCTV, sebelum pindah ke SWA (http://www.detik.com/berita/199902/990212-1319.html). Lulus S3 Komunikasi IPB, Redaktur Senior Majalah MIX, dosen PR FISIP UI, dosen riset STIKOM LSPR Jakarta, dan salah satu ketua BPP Perhumas periode 2011-2014.

Recent Posts

Majukan Fintech P2P Lending, Rupiah Cepat Libatkan Peran Perempuan

MIX.co.id – Perempuan memiliki peran penting dalam industri fintech peer to peer (P2P) lending. Hal…

7 hours ago

Q1 2024, Pendapatan Indosat Tumbuh 15,8%

MIX.co.id - Indosat Ooredoo Hutchison mencatatkan total pendapatan sebesar Rp 13.835 miliar, pada kuartal pertama…

9 hours ago

“Starbucks Creative Youth Entrepreneurship Program 2024” Jangkau Pelajar hingga Papua

MIX.co.id - Tahun ini, Starbucks kembali menggelar "Starbucks Creative Youth Entrepreneurship Program" (SCYEP). Melalui program…

11 hours ago

J&T Express akan Kembali Menggelar “J&T Connect Run 2024”

MIX.co.id - Tahun 2024 J&T Express, perusahaan ekspedisi berskala global, kembali menggelar J&T Connect Run.…

17 hours ago

Intip Keberhasilan EF Kids & Teens Jalankan Program Pelatihan Bahasa Inggris di Daerah Wisata

MIX.co.id - EF Kids & Teens Indonesia baru saja merampungkan progam Pelatihan Bahasa Inggris untuk…

19 hours ago

Kolaborasi Jadi Kunci Kepengurusan Perbasi Periode 2022-2026 dalam Mengukir Prestasi

MIX.co.id - Sejak dilantik, masa kepengurusan Perbasi (Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia) Jakarta periode 2022-2026,…

21 hours ago