Sanggupkah Kecap Piring Lombok Bersaing?

piring lombok

Bila diperhatikan, iklan kecap cap Piring Lombok memang menarik. Salah satu keunikan yang ditonjolkan adalah kecap tersebut menggunakan gula aren. Saya sepat mendiskusikannya dengan dengan seorang teman yang pernah menjadi pucuk pimpinan di sebuah perusahaan F&B.
Menurut dia, kecap dengan gula aren memang unik. Jenis gula yang umum digunakan dalam pembuatan kecap manis yaitu gula merah. Gula merah memiliki sifat-sifat spesifik sehingga perannya tidak dapat digantikan oleh jenis gula lainnya. Namun demikian, gula merah memiliki rasa manis dan asam. Rasa asam ditimbulkan karena adanya kandungan asam organik. Adanya kandungan asam tersebut menyebabkan gula merah mempunyai aroma khas, sedikit asam dan berbau karamel. Pada proses pemasakan gula akan terjadi karamelisasi dan pemecahan sukrosa yang merupakan kandungan terbesar gula merah menjadi gula-gula pereduksi.
Kecap Piring Lombok adalah cerita sukses industri kecap rumahan menjadi industri pabrikan. Hoo Liang merintis usaha kecap ini di rumahnya, Jalan Suyudono 76, Semarang, Jawa Tengah, pada 1930. Awalnya, Hoo memilih merek Lombok. Tapi rupanya nama ini sudah digunakan sebagai merek kecap di Surabaya. Hoo lalu memodifi kasi nama merek menjadi Piring Lombok.
Pada 1965, pengelolaan kecap diteruskan putra semata wayang Hoo, Hadisiswanto, bersama istrinya, Lenawati Pudjoastuti. Piring Lombok tercatat sebagai kecap pertama yang menggunakan kemasan plastik (refill). Biasanya kecap dikemas dalam botol kaca bekas botol bir. Namun keterbatasan botol membuat harga kecap menjadi mahal. Bahkan, yang membuat kecap mahal bukan bahan baku, melainkan botolnya. ”Ini enggak bener,” kata Lenawati kepada Tempo.
Pada 1985, mereka membangun pabrik seluas enam hektare dengan peralatan canggih di kawasan Tambak Aji. Pada 1990, keluarga Hadisiswanto bekerja sama dengan Indofood, perusahaan milik Liem Sioe Liong. Saat itu Indofood ingin menahan laju produk ABC di Jawa Tengah. Tapi kongsi pecah (1991). Kecap Piring Lombok menjadi milik Indofood. Keluarga Hadisiswanto tetap memproduksi kecap, bermerek Sukasari, di Genuksari, Semarang.
Semarang adalah arenanya Piring Lombok meski bersaing ketat dengan merek nasional Cap Bango dan ABC. Di wilayah ini Piring Lombok berada di urutan nomor dua setelah Cap Bango. Sebetulnya, merek ini berpotensi menyalip market leader di kota ini karena pangsa pasar yang dikuasainya berselisih sedikit saja dari Cap Bango. Menurut survei 2011, brand share Cap Bango di Semarang mencapai 25,41%, sedangkan Piring Lombok 23,07%. Akan halnya Kecap ABC, brand share-nya pun tidak terlalu jauh bedanya, yaitu 21,59%. Jelas, Semarang menjadi ajang pertempuran bagi ketiga merek itu. Sementara itu, Kecap Indofood sendiri di daerah ini hanya menguasai share sebesar 6,36%.
Sejak tahun lalu, Indofood merevitalisasi Piring Lombok. Iklannya yang gencar dengan logo Indofood seakan menggaungkan kembali semangat untuk bersaing bersaing di tengah pasar yang kini dikuasai Bango. Tahun lalu, Piring Lombok diaktifkan anara lain berpartisipasi dalam acara Banjir Kanal Barat Festival (BKB Fest)#2. Disini pengunjungnya mendapat sajian tahu goreng yang disediakan stand kecap Piring Lombok. Warga setempa yang masuk pun antusias mengambil tahu goreng yang disediakan di dalam mangkuk kecil lengkap dengan kecap manis pendukung acara BKB Fest #2, Sabtu (25/10/2014) malam. Jadi sanggupkah Kecap Piring Lombok bersaing?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)