Bagaimana tiga bersaudara imigran Brooklyn mengubah tumpukan tablet menjadi kerajaan miliaran dolar, menanam janji kesembuhan sekaligus menabur krisis kecanduan global, dan menutupinya dengan filantropi megah yang memikat dunia berbalut kontroversi.
.

.
Dinasti Sackler adalah keluarga imigran asal Brooklyn. Mereka -- tiga saudara dokter: Arthur, Mortimer, dan Raymond -- membangun kekayaan dan pengaruh global melalui perpaduan wirausaha medis, inovasi pemasaran, dan filantropi yang masif.
Sejak pertengahan abad ke-20, nama mereka menjadi sinonim dengan iklim seni dan pendidikan tinggi, menorehkan jejak di institusi seperti Harvard, Oxford, dan Louvre melalui endowmen dan museum yang menampilkan “Sackler” di pintu masuknya.
Perjalanannya dimulai dari tragedi keluarga kecil. Ayah mereka, Isaac Sackler, kehilangan harta selama Depresi Hebat. Tragedi itu meninggalkan pesan sangat mendalam bagi ketiga putranya. “What I have given you is the most important thing a father can give … a good name,” wasiat sang ayah kepada mereka.
Dari titik inilah Arthur, Mortimer, dan Raymond bertekad menapaki puncak keunggulan akademik dan profesional. Mereka bertekad membuktikan bahwa reputasi dan dedikasi dapat memicu kebangkitan dari keterpurukan.
Dalam semangat gotong-royong, keempat “musketeer”— ketiga bersaudara bersama mitra iklan Bill Frohlich — mengikrarkan pakta unik: “I’d made enough by 1950 for my children and grandchildren. The rest is going to the public trust.”
Itu adalah komitmen untuk menyalurkan harta ke perwalian amal setelah semua mereka tiada.
Langkah ini mencerminkan filosofi sosialisme keluarga: menghasilkan kekayaan, namun tidak menimbunnya sendirian, melainkan berbagi dengan publik.
Keluarga Sackler menorehkan warisan filantropi yang tak terbantahkan.
Sejarah Dinasti Sackler mengajarkan bahwa inovasi dan derma dapat beriringan. Namun juga mengingatkan arti penting tanggung jawab moral dalam setiap langkah pertumbuhannya.
Sejak Arthur Sackler merancang kampanye pemasaran untuk Librium...