Di tengah lesunya sejumlah industri di Indonesia, farmasi justru masih mencatatkan pertumbuhan. Merujuk data Kementerian Perindustrian, industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional tumbuh sebesar 4,46% di 2018. Itu artinya, kontribusinya mencapai 2,78% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas.
Salah satu perusahaan farmasi lokal yang turut mengalami pertumbuhan adalah PT Phapros Tbk. Sepanjang tahun 2018, Phapros mampu membukukan pendapatan sebesar Rp 1,02 triliun atau tumbuh rata-rata selama 5 tahun terakhir sebesar 15,33% . Tidak hanya dari sisi revenue, dari sisi net profit Phapros juga tumbuh sebesar 31,20% dalam rata-rata 5 tahun terakhir. Sebelumnya, kepiawaian Phapros dalam menaklukkan kelesuan ekonomi, telah teruji ketika Phapros sanggup melalui badai krisis moneter pada 1998. Sebaliknya, setahun pasca krisis, 1999, Phapros justru sanggup memperoleh sertifikasi ISO 9001 Sistem Manajemen Mutu.
Kinerja positif Phapros di tengah ketatnya persaingan di industri farmasi, tak lepas dari strategi marketing dan komunikasi yang dilancarkan perusahaan yang telah berusia 65 tahun itu. Alhasil, perusahaan farmasi plat merah, Kimia Farma, pun kepincut untuk untuk mengakuisisi Phapros. Tepat pada akhir Maret 2019, Kimia Farma resmi mengakuisisi Phapros dengan menguasai saham sebesar 56,77%.
Brand Value Phapros
Sejak didirikan lebih dari enam dasawarsa lalu oleh Oei Tiong Ham Corcern, Phapros yang awalnya bernama NV Pharmaceutical Processing Industries, telah menanamkan budaya perusahaan yang berbasis pada profesionalisme dan berorientasi pada kualitas.
Oleh karena itu, dijelaskan Corporate Secretary PT Phapros Tbk. Zahmilia Akbar, inovasi, dinamis, kekeluargaan, berani, dan berkembang, menjadi lima brand value yang senantiasa diusung oleh Phapros. "Kelima nilai ini dipilih karena mencerminkan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat saat ini, serta menjadi bagian yang penting untuk berkembang menjadi 'teman dan mentor yang terpercaya'. Ini merupakan sebuah karakter yang ingin dicapai Phapros," ucapnya.
Kelima brand value itu, menurut Mila, dituangkan pada seluruh merek yang ada di Phapros. Termasuk, pada merek-merek backbone-nya, seperti Antimo, Livron B Plex, Dextamine, dan Pehacain. Saat ini, Phapros mengembangkan lebih dari 250 jenis obat yang terdiri atas pilar obat bermerek (etikal), obat generik berlogo (OGB), obat jual bebas atau over the counter (OTC), obat herbal,kemudian berekspansi ke produk alat kesehatan (alkes).
Tak hanya dituangkan pada aneka brand-nya, kelima nilai tersebut, diakui Mila, juga tertuang ke dalam budaya perusahaan, di mana budaya perusahaan sejatinya menjadi gambaran profesionalisme insan Phapros dalam bekerja. "Selain itu, nilai-nilai itu juga tercermin dalam logo perusahaan," Mila melanjutkan.
Sebagai brand yang cukup lawas, Phapros menyadari bahwa penyegaran juga dibutuhkan dalam perjalanan mereknya. Untuk itu, pada 2004, persis saat memasuki usia emasnya, 50 tahun, Phapros memutuskan untuk mengubah logo perusahaan, dari yang awalnya berbentuk kepala menjangan (rusa) menjadi tulisan Phapros yang didominasi warna biru dengan disisipi tiga bola orange pada huruf O yang melambangkan 3 stakeholders utama Phapros, yakni karyawan, konsumen dan pemegang saham.
Saat ini, di era digital, diuraikan Mila, Phapros lebih mengedepankan digitalisasi di semua lini. Contohnya, Phapros telah menerapkan sistem pencatatan pengelohan batch produk secara elektronik (e-cpb), memiliki dashboard online untuk mengevaluasi kinerja, sistem HRIS, hingga social media campaign baik produk maupun corporate. Berkat transformasi digitalnya itu, Phapros beberapa kali telah memenangkan pernghargaan, baik untuk kategori corporate branding maupun product branding.
"Saat ini, pesan merek yang akan kami sampaikan ke masyarakat adalah Phapros merupakan perusahaan farmasi nasional terkemuka yang mengedepankan inovasi dan digitalisasi di segala bidang," tutur Mita.
Strategi Marketing Phapros...