Ketujuh, orientasi komunikasi bukan sekadar berujung pada transaksi, tapi lebih pada memancing relationship yang kuat. Jadi, model ini memaksa brand-brand untuk tidak sekadar berorientasi pada pencapaian target komersial, tapi juga seberapa jauh sebuah brand bisa menjaga relationship-nya dalam berbagai bentuk interaksi dalam waktu yang berkesinambungan.
Kedelapan, akurasi semakin menjadi faktor penting dalam perancangan komunikasi. Small Data dan Big Data, memiliki perhatian yang sama pada kepentingan mendapatkan data yang akurat. Persoalan akurasi adalah persoalan mendapatkan alamat yang jelas, untuk mengirim pesan yang khusus, bukan hanya pada persoalan demografis tapi juga pada konteks konsumen paling kecil sekalipun (micro moment). Di sinilah, big data dan automation harus bekerja sama dengan konten kreatif secara intens.
Perkembangan teknologi digital telah mengubah media consumption di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, perubahan konsumsi media ini telah mempengaruhi lansekap bisnis media. Bagaimana pendapat Anda?
Perubahan bukan hanya terjadi bagaimana publik mengonsumsi pesan dari berbagai media, tapi juga bagaimana publik memroduksi pesan dan menciptakan berbagai macam media. Di sinilah titik perubahan yang signifikan. Yang terjadi sekarang ini, beberapa media tetap bertahan, bahkan tetap dominan tapi berubah fungsinya dalam perancangan komunikasi, lebih karena publik menuntut pelibatan, butuh pola interaksi untuk memproduksi pesan-pesan.
Ada kecenderungan kuat, branding tidak berdiri sendiri, tetapi melebur bersama konten, budaya, dan sebagainya, bagaimana kita memahami situasi dan memaksimalkan peluang ini?
Era Advertising yang interuptif berangsur berakhir, salah satunya justru karena posisi tawar audience dalam transaksi informasi semakin tinggi. Demokratisasi informasi menyebabkan audience memiliki hak lebih untuk menyaring atau menolak informasi, sekaligus menuntut bahwa informasi yang datang kepada mereka adalah informasi yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks audience.
Besarnya arus informasi komersial dalam bentuk iklan, bersaing dengan informasi non komersial lain, bukan hanya secara frekuensi tapi juga dalam persoalan kualitas. Di sinilah point penting perubahan, ketika proses branding tidak bisa lagi memaksakan diri untuk “merampok” perhatian publik.
Syarat bahwa iklan harus relevan, sesuai dengan konteks publik, mengharuskan branding melebur dengan seluruh peristiwa yang sedang dijalani oleh publik dalam kehidupan sehari hari. Masuk ke dalam tema-tema sosial, ada diantara agenda-agenda budaya, dan lifestyle, baik dalam bentuk editorial content yang sederhana, maupun dalam pertemuan-pertemuan langsung, antara brand itu sendiri dengan audience.
Bahkan di tahap itu proses Branding bukanlah melulu persoalan desain komunikasi, tapi juga persoalan bagaimana produk itu dirancang, dilahirkan, didistribusikan, dinikmati, dikembangkan dan diceritakan. Produk yang baik, akan bercerita sendiri secara organik, akan didistribusikan oleh khalayak dalam conversation, cara publik menikmati pun akan menjadi bahan sharing. Di saat itulah proses branding menemui titik idealnya, bukan hanya dirancang komunikasinya, tapi justru mengkomunikasikan dirinya sendiri melalui berbagai cerita tentang produk itu sendiri.
Bagaimana memproduksi content yang kreatif dan inovatif? Benarkah merek sekarang sulit meraih popularitas?
Content Marketing memiliki bentuk yang beragam, jauh sebelum menyentuh persoalan kreativitas, perancangan konten harus memenuhi syarat dan benar di persoalan pesan, design campaign atau content distribution.
Seringkali, para perancang content berkonsentrasi mencari keunikan dan...