Jutaan penduduk dewasa di Indonesia saat ini sudah memiliki smartphone, namun mereka masih belum memiliki rekening bank. Alasan mereka tidak memiliki rekening bank (unbanked) ini, 33% karena terkendala jarak dari lembaga keuangan modern itu. Padahal 69% dari populasi tersebut memiliki ponsel. Kondisi ini lah yang melatari lahirnya Ovo sebagai app-basedmobile payment platform dengan misi “Ovo di mana saja, untuk siapa saja”.
Sejak diluncurkan pada September 2017 lalu, Ovo terus melakukan edukasi kepada masyarakat Indonesia, termasuk mengenai berbagai keuntungan mengadopsi transaksi non tunai. Jangkauan layanan-nya juga diperluas, mulai dari perseorangan, UMKM, hingga institusi berskala nasional maupun regional.
Didukung dengan konsep open ecosystem platform, Ovo telah bekerja sama dengan mitra strategis dari berbagai lini industri, mulai dari transportasi, perbankan, hingga e-commerce. Sebagai contoh, saat ini pengguna Ovo di Surabaya dapat melakukan pembayaran SIM dan SKCK dengan lebih mudah. Beberapa universitas juga sudah mengadopsi Ovo sebagai alat pembayaran di area kampus.
“Kami membangun ekosistem pembayaran terbuka (open ecosystem) untuk memastikan konsumen dapat menggunakan Ovo di berbagai tempat baik di mal, warung, situs e-commerce, dan lainnya. Hingga akhir 2018, Ovo telah melakukan kerja sama dengan mitra-mitra strategis dari berbagai industri, seperti Grab, Bank Mandiri, Alfamart, aplikasi Moka, Kudo, dan Tokopedia,” ungkap Harianto Gunawan, Direktur OVO kepada Majalah MIX.
Untuk mendorong penetrasi, Ovo pun konsisten melakukan edukasi kepada pengguna juga merchant dengan berbagai cara yang diusahakan kreatif, unik, dan mengena. Termasuk dengan menghadirkan inovasi produk dan layanan untuk kemudahan bertransaksi, antara lain dengan penggunaan QR Code. Teknologi QR Code diyakini sangat praktis dan mudah digunakan, serta turun membantu mengurangi peredaran uang tunai di Indonesia.
“Saat ini QR code Ovo sudah tersedia di 89.000 titik di seluruh Indonesia. Kami juga memberikan pengalaman transaksi non-tunai yang aman, nyaman, dan praktis. Terbukti, minat masyarakat terhadap pembayaran digital pun terus bertumbuh. Pada akhir 2018 ini, kami menargetkan QR Code Ovo akan tersedia di 100 ribu UKM,” ujar Harianto.
Pada November 2018 lalu, imbuhnya, Ovo meluncurkan kampanye “Cukup #pakeOVOaja” yang mendapat respon positif di berbagai kalangan. Dalam kampanye tersebut, Ovo menampilkan edukasi mengenai manfaat dan cara penggunaan Ovo dalam bentuk tiga video unik yang terinspirasi dari film-film legendaris Indonesia di era 80an.
Bagaimana hasilnya? Harianto mengklain saat ini Ovo telah digunakan di 60 juta ponsel dan merupakan dompet elektronik nomor satu di Indonesia berdasarkan Total Payments Volume. Ovo, katanya, telah hadir di 294 kota, dan dalam waktu dekat akan tersedia di 350.000 gerai. Ovo menjadi satu-satunya platform pembayaran dengan penerimaan terluas di toko-toko ritel offline, termasuk hypermarket, department store, kedai kopi, bioskop, operator parkir, jaringan rumah sakit, serta layanan O2O dan e-commerce.
Menurutnya, dengan kemudahan dan keamanan yang ditawarkan oleh uang elektronik, metode pembayaran ini memiliki potensi besar untuk mengubah kebiasaan bertransaksi masyarakat Indonesia. Namun, hal tersebut tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari regulator hingga perusahaan penyedia aplikasi dan pemilik bisnis.
“Perkembangan industri digital payment memang pesat, namun industri ini masih terbilang baru dan fragmented. Saat ini, pangsa pasar digital payment masih terus berkembang, dan kompetitor terbesar adalah uang tunai, yang digunakan di lebih dari 90% transaksi di seluruh Indonesia. Kami percaya, yang dapat memenangkan kompetisi dalam industri ini adalah yang mampu menawarkan lebih banyak use cases dalam platform pembayarannya,” pungkas Harianto.